Pages

Hukum Mandi dan Wudhuk bagi Wanita yang Mengalami Istihadhah

بسم الله الرحمن الرحيم

Darah istihadhah adalah darah penyakit yang keluar dari kemaluan seorang wanita. Darah ini memiliki ciri yang berbeda dengan darah haid biasa. Jika darah haid berwarna merah kehitaman dan berbau tak sedap, maka darah istihadhah warnanya adalah merah cerah seperti warna darah biasa dan tidak berbau.

Khusus untuk istihadhah, wanita yang mengalaminya tidak perlu meninggalkan shalat dan puasa. Akan tetapi ada permasalahan tentang hukum mandi dan wudhuk untuk setiap kali shalat bagi mereka yang mengalaminya. Apakah wajib bagi wanita yang mengalami istihadhah untuk mandi ataupun berwudhuk untuk setiap kali shalat, ataukah tidak.

Hukum Mandi bagi Wanita yang Mengalami Istihadhah

Permasalahan: Apa hukumnya mandi untuk setiap kali shalat bagi wanita yang mengalami istihadhah?

Pendapat Pertama: Hukum mandi untuk setiap shalat bagi wanita yang mengalami istihadhah adalah wajib.

Mereka berdalil dengan hadits-hadits yang menerangkan demikian. Di antaranya adalah hadits Aisyah radhiallahu ‘anha, dia berkata:

استفتت أم حبيبة بنت جحش رسول الله صلى الله عليه وسلم، فقالت: إني أستحاض. فقال: إنما ذلك عرق، فاغتسلي ثم صلي. فكانت تغتسل عند كل صلاة

“Ummu Habibah bintu Jahsy meminta fatwa kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم , lalu berkata: “Saya mengalami istihadhah.” Nabi menjawab: “Sesungguhnya itu hanyalah urat (yang putus). Mandilah engkau dan shalatlah.” Lantas dia (Ummu Habibah) mandi untuk setiap kali shalat.” [HR Al Bukhari (327) dan Muslim (334)]

Pendapat Kedua: Jumhur (mayoritas) ulama, yaitu dari kalangan mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali berpendapat bahwasanya hukum mandi untuk setiap shalat bagi wanita yang mengalami istihadhah adalah tidak wajib.

Mereka beralasan bahwa semua hadits yang berisi perintah untuk mandi pada setiap shalat tidak ada yang shahih. Adapun yang shahih hanyalah perintah untuk mandi ketika selesai masa haid, sebagaimana tersebut di dalam hadits Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwasanya Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

فَإِذَا أَقْبَلَتْ الْحَيْضَةُ فَاتْرُكِي الصَّلَاةَ، فَإِذَا ذَهَبَ قَدْرُهَا فَاغْسِلِي عَنْكِ الدَّمَ وَصَلِّي

“Apabila haid datang, maka tinggalkanlah shalat. Apabila telah pergi masanya, maka cucilah darah dari dirimu dan shalatlah.” [HR Al Bukhari (306) dan Muslim (333)]

Adapun tentang hadits Ummu Habibah di atas, perbuatan mandi yang dia lakukan untuk setiap kali shalat adalah semata-mata merupakan keinginan pribadi dari Ummu Habibah, bukan karena atas dasar perintah Rasulullah صلى الله عليه وسلم kepadanya. Oleh karena itu, perbuatan Ummu Habibah tersebut tidak bisa dijadikan sebagai hujjah (landasan hukum).

Selain itu, mandi untuk setiap kali shalat adalah sesuatu yang sangat memberatkan, padahal syariat Islam adalah syariat yang tidak memberatkan bagi pemeluknya sebagaimana firman Allah ta’ala:

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ

“Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kalian dalam agama suatu kesempitan.” [QS Al Hajj: 78]

Pendapat yang kami pilih dalam masalah ini adalah pendapat yang kedua ini, yaitu pendapat jumhur ulama. Wallahu a’lam.

Hukum Wudhuk bagi Wanita yang Mengalami Istihadhah

Permasalahan: Apa hukumnya wudhuk untuk setiap kali shalat bagi wanita yang mengalami istihadhah?

Pendapat Pertama: Jumhur ulama mengatakan bahwa berwudhuk untuk setiap kali shalat bagi wanita yang mengalami istihadhah hukumnya adalah wajib.

Mereka berdalil dengan salah satu lafazh hadits Aisyah radhiallahu ‘anha:

ثُمَّ تَوَضَّئِي لِكُلِّ صَلَاةٍ

“… kemudian berwudhuklah engkau untuk setiap shalat.” [HR Al Bukhari (228)]

Pendapat Kedua: Imam Malik berpendapat bahwa berwudhuk untuk setiap kali shalat bagi wanita yang mengalami istihadhah hukumnya adalah tidak wajib karena keluarnya darah istihadhah tidak membatalkan wudhuk.

Adapun mengenai hadits Aisyah riwayat Al Bukhari di atas, ucapan tersebut bukanlah merupakan Nabi صلى الله عليه وسلم , akan tetapi itu adalah ucapan ‘Urwah ibnu Az Zubair. Oleh karena inilah mengapa Imam Muslim tidak meriwayatkan lafazh ini di dalam kitab Shahihnya sebagai isyarat dari beliau akan lemahnya lafazh tersebut. Demikian makna kalam Ibnu Rajab Al Hanbali di Fathul Bari Ibnu Rajab (1/448).

Adapun pendapat yang kami pilih saat ini dalam masalah ini adalah pendapat yang kedua. Namun untuk kehati-hatian, hendaknya dia berwudhuk untuk setiap kali shalat karena hal ini insya Allah tidak sampai memberatkan. Wallahu ta’ala a’lam bish showab.

والحمد لله رب العالمين

Sumber: Tulisan ini merupakan saduran dengan perubahan seperlunya oleh admin dari kitab Taudhihul Ahkam karya Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Al Bassam rahimahullah.