Bismillahirrahmanirrahim | Berkata Abdullah ibnu Abbas radhiallahu 'anhu: "Tidaklah datang kepada manusia suatu tahun yang baru melainkan mereka pasti akan membuat bid'ah baru dan mematikan sunnah sehingga hiduplah bid'ah dan matilah sunnah." Diriwayatkan oleh Ibnu Wadhdhah di dalam kitab Al Bida' wan Nahyu 'anha | Berkata Sufyan Ats Tsauri rahimahullahu ta'ala: "Bid'ah lebih disukai Iblis daripada maksiat karena maksiat akan ditaubati sedangkan bid'ah tidak akan ditaubati." Diriwayatkan oleh Al Baghawi di dalam kitab Syarhus Sunnah (1/216) | Berkata Sufyan bin Uyainah rahimahullahu ta'ala: "Barangsiapa yang rusak dari kalangan ulama kita maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan ulama Yahudi dan barangsiapa yang rusak dari kalangan ahli ibadah kita maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan ahli ibadah Nasrani." |

Hukum Bermain Kartu dan Sejenisnya tanpa Taruhan

بسم الله الرحمن الرحيم

Pertanyaan:

Maaf saya mau bertanya apa hukumnya main kartu, kartu remi, dan bilyard tanpa taruhan atau dengan uang taruhan bohongan? Terima kasih sebelumnya.

Jawaban:

Jawaban atas pertanyaan anda adalah tidak boleh memainkan permainan-permainan tersebut di atas baik dengan taruhan ataupun tanpa taruhan karena beberapa sebab berikut ini:

1. Permainan-permainan tersebut adalah permainan khas kaum kafir, dan kita telah dilarang oleh agama untuk meniru perilaku dan kebiasaan khusus mereka.

Larangan Menggunjing Orang Lain (Ghibah)

بسم الله الرحمن الرحيم

Salah satu bentuk kemaksiatan yang banyak dilakukan oleh manusia adalah gemar membicarakan kejelekan orang lain atau yang diistilahkan dengan ghibah. Bahkan yang parahnya, terkadang apa yang mereka ghibahkan itu tidak ada pada orang yang dighibahi. Padahal dalil-dalil yang menerangkan tentang haramnya ghibah sangatlah tegas dan jelas, baik di dalam Al Qur`anul Karim ataupun di dalam hadits-hadits nabawi.

Berikut ini kami akan menyebutkan beberapa dalil yang melarang kita dari perbuatan ghibah yang kami ringkaskan dari kitab Riyadhush Shalihin karya Imam An Nawawi rahimahullah ta’ala.

Bolehkah Anak Kecil Menjadi Imam Shalat?

بسم الله الرحمن الرحيم

Sebagian orang bertanya apakah anak kecil yang belum mencapai usia baligh boleh menjadi imam shalat ataukah tidak. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mari kita melihat terlebih dahulu kepada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari rahimahullah di dalam kitab Shahih-nya nomor 4302 berikut ini:

Dari ‘Amr bin Salamah radhiallahu ‘anhu, dia mengisahkan pengalamannya ketika masih kecil:

جِئْتُكُمْ وَاللَّهِ مِنْ عِنْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَقًّا، فَقَالَ: صَلُّوا صَلَاةَ كَذَا فِي حِينِ كَذَا وَصَلُّوا صَلَاةَ كَذَا فِي حِينِ كَذَا. فَإِذَا حَضَرَتْ الصَّلَاةُ فَلْيُؤَذِّنْ أَحَدُكُمْ وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْثَرُكُمْ قُرْآنًا. فَنَظَرُوا فَلَمْ يَكُنْ أَحَدٌ أَكْثَرَ قُرْآنًا مِنِّي لِمَا كُنْتُ أَتَلَقَّى مِنْ الرُّكْبَانِ فَقَدَّمُونِي بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَأَنَا ابْنُ سِتٍّ أَوْ سَبْعِ سِنِينَ

Bolehkah Membawa Anak Kecil ke Mesjid?

بسم الله الرحمن الرحيم

Pada asalnya, membawa anak kecil ke mesjid hukumnya diperbolehkan. Di antara manfaatnya adalah sebagai latihan bagi anak untuk mempelajari gerakan shalat dan membiasakan ikut shalat berjamaah. Hal ini telah dilakukan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan para sahabat.

Diriwayatkan dari Abu Qatadah radhiallahu ‘anhu, dia berkata:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي وَهُوَ حَامِلٌ أُمَامَةَ بِنْتَ زَيْنَبَ بِنْتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلِأَبِي الْعَاصِ بْنِ رَبِيعَةَ بْنِ عَبْدِ شَمْسٍ. فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَهَا وَإِذَا قَامَ حَمَلَهَا

Tafsir Surat Al Hijr Ayat 99

بسم الله الرحمن الرحيم

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman di dalam Al Qur`anul Karim:

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

“dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu yang diyakini (kematian).” [QS Al Hijr: 99]

Di dalam ayat ini, yang perlu menjadi perhatian kita adalah pada kata الْيَقِينُ karena ada sebagian kelompok menyimpang (sufi) yang menafsirkan lafazh ini tidak dengan makna yang benar, lalu mereka menjadikan ayat ini sebagai hujjah untuk membenarkan penyimpangan aqidah mereka. Mereka menafsirkan lafazh الْيَقِينُ dengan makna ma’rifat. Ma’rifat adalah derajat tertinggi di dalam tingkatan seorang hamba menurut kelompok sufi ini.