Pages

Tawakkal: antara Tauhid dan Syirik

بسم الله الرحمن الرحيم

Salah satu bentuk ibadah yang diperintahkan oleh Allah ta’ala kepada kita selaku hamba-hamba-Nya adalah tawakkal. Dikarenakan ia adalah suatu ibadah maka ia wajib untuk ditujukan semata-mata hanya kepada Allah ‘azza wa jalla saja. Namun ternyata tawakkal itu ada bermacam-macam bentuknya sehingga hukumnya pun berbeda pula. Berikut ini adalah jenis-jenis tawakkal yang disebutkan oleh para ulama.

Tawakkal ada 3 macam, yaitu:

1. Tawakkal Ibadah.

Tawakkal ini bentuknya adalah berserah diri kepada sesuatu dalam hal untuk mendatangkan manfaat dan menolak marabahaya. Dia meyakini bahwa sesuatu itulah yang satu-satunya yang bisa mendatangkan manfaat dan menolak marabahaya sehingga sesuatu itu pantas untuk disembah (diibadahi) dan diagungkan.

Tawakkal seperti ini hanya boleh diperuntukkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala semata dan tidak boleh ditujukan kepada selain Allah kapanpun dan di manapun. Barangsiapa yang memalingkannya kepada selain Allah, misalnya kepada orang yang sudah meninggal atau sesuatu yang gaib, maka perbuatannya tersebut dikategorikan ke dalam syirik akbar (syirik besar).

Dalilnya di antara lain adalah firman Allah ta’ala:

وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

“Hanya kepada Allah hendaknya kalian bertawakkal, jika kalian benar-benar orang yang beriman.” [QS Al Maidah: 23]

Di dalam ayat ini Allah ta’ala menjadikan tawakkal hanya kepada-Nya merupakan syarat dari pengakuan keimanan kepada Allah ta’ala.

2. Tawakkal seseorang kepada seseorang atau pekerjaan dalam hal menganggap bahwa orang atau pekerjaan tersebut merupakan satu-satunya hal yang bisa mendatangkan rezeki kepadanya. Kalau bukan karena orang atau pekerjaan tersebut maka hilanglah rezekinya dan hancurlah kehidupannya serta tidak ada lagi yang bisa mendatangkan rezeki kepada dirinya sehingga menjadi terlantar dan mati kelaparan.

Tawakkal jenis ini merupakan perbuatan syirik ashghar (syirik kecil) karena orang tersebut menganggap bahwa satu-satunya yang memberinya rezeki adalah orang atau pekerjaan tersebut sehingga dia begitu mementingkan kedua hal tersebut meskipun harus melanggar norma-norma dan batasan-batasan yang telah Allah ‘azza wa jalla tetapkan. Dia melupakan bahwa sesungguhnya pada hakikatnya yang memberikan rezeki kepadanya adalah Allah ta’ala melalui hamba-Nya atau apa saja yang Dia kehendaki. Adapun orang atau pekerjaan tersebut hanyalah sebagai sebab saja dan bukan sebagai sumber.

Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ (15) إِنْ يَشَأْ يُذْهِبْكُمْ وَيَأْتِ بِخَلْقٍ جَدِيدٍ (16) وَمَا ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ بِعَزِيزٍ

“Wahai manusia, kalianlah yang butuh kepada Allah sedangkan Allah Dialah Al Ghaniyy (Yang Maha Kaya) lagi Al Hamid (Maha Terpuji). Jika Dia menghendaki, niscaya Dia memusnahkan kalian dan mendatangkan makhluk yang baru (untuk menggantikan kalian), dan yang demikian itu sekali-kali tidak sulit bagi Allah.” [QS Fathir: 15-17]

Dalam ayat yang lain:

إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ

“Sesungguhnya Allah Dialah Ar Razzaq (Maha Pemberi rezeki) yang mempunyai kekuatan lagi sangat perkasa.” [QS Adz Dzariyat: 58]

Bila dia tidak meyakini seperti keyakinan di atas, tetapi menganggap dan menjadikan seseorang atau pekerjaan hanyalah sebagai sebab datangnya rezeki, adapun pemberi rezeki yang sebenarnya adalah Allah ‘azza wa jalla, maka keyakinan seperti inilah yang dituntut.

3. Tawakkal kepada seseorang yang hidup, hadir, dan mampu dalam bentuk menyerahkan sesuatu urusan kepadanya dan mempercayakan hal tersebut kepadanya untuk diselesaikan, maka ini adalah perkara yang diperbolehkan di dalam syariat. Tawakkal jenis ini lebih dikenal di dalam ilmu fiqih dengan nama al wakalah (perwakilan).

Dalil-dalil yang menunjukkan akan diperbolehkannya mewakilkan suatu urusan kepada orang lain yang hidup, hadir, dan mampu sangatlah banyak dan jelas, baik dari Al Qur`an dan hadits.

Dari Al Qur`an adalah firman Allah ta’ala:

فَابْعَثُوا أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَذِهِ إِلَى الْمَدِينَةِ فَلْيَنْظُرْ أَيُّهَا أَزْكَى طَعَامًا فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِنْهُ

“Maka utuslah salah seorang di antara kalian untuk pergi ke kota dengan membawa uang perak kalian ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untuk kalian.” [QS Al Kahfi: 19]

Dari hadits, di antaranya adalah peristiwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengutus Urwah Al Bariqi untuk membeli hewan kurban, mengutus Umar ibnul Khaththab untuk memungut sedekah, menyerahkan penyembelihan unta kepada Ali bin Abi Thalib, mengutus Unais untuk melaksanakan hukuman rajam, dan lain sebagainya.

والحمد لله رب العالمين