Pages

Kisah Perjalanan Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu

بسم الله الرحمن الرحيم

Imam Ahmad di dalam Musnadnya (16085) meriwayatkan sebuah kisah teladan tentang kisah rihlahnya (perjalanan jauh) seorang sahabat Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم yang bernama Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu untuk mencari ilmu. Ilmu yang dicari itu adalah sebuah hadits agung yang dia dengarkan dari mulut ke mulut.

Demi mendengarkan hadits ini secara lebih lengkap dan langsung dari sahabat yang langsung mendengarkannya dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم , maka Jabir pun bertekad untuk menemui sahabat tersebut yang bernama Abdullah bin Unais radhiallahu ‘anhu yang berada di tempat yang sangat jauh dari Madinah, yaitu negeri Syam. Kisah selengkapnya adalah sebagai berikut:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَقِيلٍ، أَنَّهُ سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ يَقُولُ: بَلَغَنِي حَدِيثٌ عَنْ رَجُلٍ سَمِعَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَاشْتَرَيْتُ بَعِيرًا، ثُمَّ شَدَدْتُ عَلَيْهِ رَحْلِي، فَسِرْتُ إِلَيْهِ شَهْرًا حَتَّى قَدِمْتُ عَلَيْهِ الشَّامَ، فَإِذَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أُنَيْسٍ. فَقُلْتُ لِلْبَوَّابِ: قُلْ لَهُ: جَابِرٌ عَلَى الْبَابِ. فَقَالَ: ابْنُ عَبْدِ اللَّهِ؟ قُلْتُ: نَعَمْ. فَخَرَجَ يَطَأُ ثَوْبَهُ، فَاعْتَنَقَنِي وَاعْتَنَقْتُهُ. فَقُلْتُ: حَدِيثًا بَلَغَنِي عَنْكَ أَنَّكَ سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْقِصَاصِ، فَخَشِيتُ أَنْ تَمُوتَ أَوْ أَمُوتَ قَبْلَ أَنْ أَسْمَعَهُ. قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: يُحْشَرُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ -أَوْ قَالَ: الْعِبَادُ- عُرَاةً غُرْلًا بُهْمًا. قَالَ: قُلْنَا: وَمَا بُهْمًا؟ قَالَ: لَيْسَ مَعَهُمْ شَيْءٌ، ثُمَّ يُنَادِيهِمْ بِصَوْتٍ يَسْمَعُهُ مِنْ قُرْبٍ: أَنَا الْمَلِكُ، أَنَا الدَّيَّانُ، وَلَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ أَهْلِ النَّارِ أَنْ يَدْخُلَ النَّارَ وَلَهُ عِنْدَ أَحَدٍ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَقٌّ حَتَّى أَقُصَّهُ مِنْهُ، وَلَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ أَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ وَلِأَحَدٍ مِنْ أَهْلِ النَّارِ عِنْدَهُ حَقٌّ حَتَّى أَقُصَّهُ مِنْهُ، حَتَّى اللَّطْمَةُ. قَالَ: قُلْنَا: كَيْفَ وَإِنَّا إِنَّمَا نَأْتِي اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ عُرَاةً غُرْلًا بُهْمًا؟ قَالَ: بِالْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ

Dari Abdullah bin Muhammad bin ‘Aqil, dia berkata bahwasanya dia mendengar Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu bercerita: “Telah sampai kepadaku sebuah hadits dari seseorang yang langsung mendengarnya dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم . Lalu aku membeli sebuah unta, kemudian kupersiapkan bekalku, lalu aku berangkat pergi untuk menemuinya selama satu bulan perjalanan hingga sampailah aku ke negeri Syam. Ternyata orang tersebut adalah Abdullah bin Unais.

Aku berkata kepada penjaga pintu rumahnya: “Sampaikan kepada tuanmu bahwa Jabir sedang menunggu di pintu.” Penjaga itu masuk dan menyampaikan pesan itu kepada Abdullah bin Unais. Abdullah bertanya: “Maksudnya ibnu Abdillah?” Penjaga itu kembali keluar dan bertanya kepada Jabir: “Anda ibnu Abdillah?” Aku menjawab: “Ya, benar!” Kemudian keluarlah Abdullah dengan tergesa-gesa. Lalu dia merangkulku dan akupun merangkulnya.

Aku berkata kepadanya: “Hadits apakah yang kudengar engkau mendengarnya langsung dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم tentang masalah qishash (pembalasan) atas perbuatan kezhaliman yang belum pernah kudengar sebelumnya. Saya khawatir engkau lebih dahulu meninggal ataupun aku yang lebih dulu meninggal sebelum aku sempat mendengarnya.”

Abdullah bin Unais berkata: “Saya telah mendengar Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
“Manusia atau hamba itu akan dikumpulkan pada hari kiamat dalam keadaan ‘urah (tidak berpakaian), ghurla (tidak berkhitan), dan buhma.” Kami bertanya: “Apa itu buhma?” Beliau menjawab: “Yaitu tidak memiliki apapun.”

Kemudian Allah memanggil mereka dengan suara yang bisa didengar dari dekat: “Aku adalah Al Malik (Maha Raja)! Aku adalah Ad Dayyan (Yang Maha memperhitungkan dan membalas amalan hamba)! Tidaklah pantas bagi siapapun dari kalangan penghuni neraka untuk masuk ke dalam neraka sedangkan masih ada hak penghuni surga pada dirinya hingga Ku-selesaikan hak penghuni surga itu darinya. Tidaklah pula pantas bagi siapapun dari kalangan penghuni surga untuk masuk ke dalam surga sedangkan masih ada hak penghuni neraka pada dirinya hingga Ku-selesaikan hak penghuni neraka itu darinya, meskipun hanya sebuah tamparan.”

Kami bertanya: “Bagaimana caranya menunaikan hak mereka sedangkan kita menemui Allah ‘azza wa jalla dalam keadaan tidak berpakaian, tidak berkhitan, dan tidak memiliki apapun?” Nabi menjawab: “Dibayar dengan kebaikan dan kejelekan yang kita miliki.”

Catatan: Penerjemahan hadits di atas dilakukan dengan menggabungkan riwayat lain selain riwayat Ahmad dan dengan sedikit perubahan gaya bahasa (tanpa merubah makna) agar lebih mudah dipahami.

Beberapa faidah yang terkandung di dalam kisah ini adalah sebagai berikut:

1. Perlunya bagi seseorang yang mendengar suatu berita penting dari sumber yang tidak jelas untuk melakukan pemastian akan kebenaran dari berita yang dia terima tersebut agar tidak terjadi hal-hal yang buruk yang mungkin disebabkan oleh berita yang tidak jelas kebenarannya.

2. Pentingnya bagi kita untuk mengambil hadits yang shahih dan hasan sanadnya, dan menghindarkan diri sejauh-jauhnya dari hadits-hadits lemah dan palsu yang dinisbahkan kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم karena hadits lemah dan palsu tidak dapat dijadikan sebagai hujjah atau landasan agama.

3. Seorang muslim haruslah bersemangat untuk mencari ilmu agama yang bermanfaat baginya meskipun terkadang harus mengeluarkan harta, tenaga, dan waktu yang tidak sedikit. Ilmu agama sangatlah penting bagi seorang hamba karena dengannya dia bisa mengetahui perintah-perintah dan larangan-larangan dari Allah dan Rasul-Nya, bagaimana cara beribadah dengan benar, dan bagaimana pula caranya bermuamalah antara sesama makhluk dengan baik dan benar.

4. Hadits ini menunjukkan akan keutamaan para sahabat Nabi pada umumnya, dan keutamaan Jabir bin Abdillah dan Abdullah bin Unais radhiallahu ‘anhuma pada khususnya, di dalam masalah menuntut ilmu agama.

5. Hadits ini menerangkan bagaimana seharusnya tata cara dan adab-adab seorang muslim ketika bertamu ke rumah orang lain, yaitu janganlah kita masuk ke dalam rumahnya sebelum kita meminta izin dan kemudian diizinkan untuk masuk. Tujuan disyariatkannya meminta izin sebelum masuk ke rumah orang lain adalah untuk menjaga pandangan mata dari hal-hal yang tidak baik atau tidak pantas untuk dilihat.

6. Manusia kelak akan dibangkitkan dari kematian, lalu dikumpulkan di padang mahsyar dalam keadaan tidak berpakaian, tidak berkhitan, dan tidak memiliki apapun untuk dilakukan pemeriksaan dan pemberian balasan atas segala perbuatan yang telah dilakukannya di dunia dulu. Jika amalannya baik, maka dibalas dengan kebaikan. Sebaliknya, jika amalannya jelek, maka akan dibalas dengan kejelekan pula.

7. Di antara nama-nama Allah ‘azza wa jalla adalah Al Malik dan Ad Dayyan. Al Malik artinya adalah Yang Maha Menguasai (Maha Raja) dan Ad Dayyan artinya adalah Yang Maha memeriksa amalan para hamba dan memberikan balasan yang setimpal bagi mereka.

8. Hadits di atas menunjukkan akan kemaha-adilan Allah subhanahu wa ta’ala, di mana Allah akan menyelesaikan segala perkara dan kezhaliman yang belum sempat ataupun tidak terselesaikan ketika di dunia antara sesama makhluk, meskipun itu dianggap sebagai perkara yang kecil dan sepele. Semuanya akan diselesaikan oleh Allah ta’ala di hari kiamat kelak.

9. Haramnya berbuat kezhaliman terhadap siapapun, termasuk kepada orang kafir, dan dalam bentuk apapun.

10. Kezhaliman dan ketidakadilan yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain, akan dibayar pada hari kiamat dengan pahala yang dia miliki dengan diserahkan kepada orang yang terzhalimi. Apabila tidak ada lagi pahalanya, dan kezhaliman itu belum lagi terbayar, maka dosa dari orang yang terzhalimi akan dipindahkan kepada orang yang menzhalimi hingga kezhaliman itu terbayar.

وبالله التوفيق