Pages

Seputar Masalah Mengirim Pahala kepada Mayit (Bagian Kedua)

بسم الله الرحمن الرحيم

Setelah pada bagian pertama kita telah menyebutkan lima dalil dari Al Qur`an dan hadits seputar masalah mengirim pahala kepada mayit, pada bagian kedua ini mari kita lanjutkan kembali pembahasan tersebut.

Dalil lainnya yang menyebutkan bahwa beberapa amalan seorang muslim yang bisa mengalir pahalanya kepada mayit adalah sebagai berikut:

5. Dari Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhu, dia berkata:

أَنَّ سَعْدَ بْنَ عُبَادَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ اسْتَفْتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنَّ أُمِّي مَاتَتْ وَعَلَيْهَا نَذْرٌ فَقَالَ اقْضِهِ عَنْهَا

“Sa’d bin Ubadah radhiallahu ‘anhu meminta fatwa dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم . Dia berkata: “Sesungguhnya ibuku meninggal dan dia masih memiliki hutang nazar.” Nabi menjawab: “Tunaikan nazarnya.” [HR Al Bukhari (2761)]

6. Dari Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhu, dia berkata:

أن امرأة أتت رسول الله صلى الله عليه وسلم فقالت :إن أمي ماتت وعليها صوم شهر فقال أرأيت لو كان عليها دين أكنت تقضينه؟ قالت: نعم. قال: فدين الله أحق بالقضاء

“Seorang wanita datang kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku wafat dan dia masih memiliki hutang puasa nazar. Bolehkah saya berpuasa menggantikannya?” Nabi menjawab: “Bagaimana menurutmu jika ibumu memiliki tanggungan hutang lalu engkau membayarnya, apakah pembayaran telah melunaskan hutangnya?” Wanita itu menjawab: “Iya.” Nabi berkata: “Maka berpuasalah engkau menggantikan ibumu.” [HR Muslim (1148)]

7. Dari Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhu, bahwa pada masa Haji Wada’, ada seorang wanita dari Khasy’am yang bertanya kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم :

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ فَرِيضَةَ اللَّهِ عَلَى عِبَادِهِ فِي الْحَجِّ أَدْرَكَتْ أَبِي شَيْخًا كَبِيرًا لَا يَثْبُتُ عَلَى الرَّاحِلَةِ، أَفَأَحُجُّ عَنْهُ؟ قَالَ: نَعَمْ

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya kewajiban haji yang Allah tetapkan kepada hamba-hamba-Nya baru berlaku ketika ayah saya telah berusia lanjut dan dia tidak sanggup lagi untuk berkendara. Apakah boleh saya berhaji mewakili dia? Nabi menjawab: “Ya.” [HR Al Bukhari (1513) dan Muslim (1334)]

8. Doa dari seorang muslim untuk saudaranya sesama muslim, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal. Doa ini bila terkabul, tentunya bermanfaat bagi orang yang didoakan. Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan Rasul-Nya untuk berdoa memintakan ampun bagi dirinya dan seluruh kaum mukminin:

وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ

“Mintalah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan.” [QS Muhammad: 19]

Syekh Muhammad Al Amin Asy Syinqithi berkata: “Para ulama telah bersepakat bahwa mayit itu bisa mendapatkan manfaat dengan cara dishalatkan (jenazahnya), didoakan untuknya, digantikan hajinya, dan yang sejenisnya dari perkara-perkara yang telah jelas dalilnya bahwa dia bisa mengambil manfaat dari amalan-amalan yang dilakukan oleh orang lain.”

Ibnu Katsir berkata: “Adapun doa dan sedekah, maka hal ini telah disepakati sampainya pahala keduanya (kepada mayit) dan keduanya telah dijelaskan nashnya oleh Asy Syari’ (Allah).”

AMALAN-AMALAN YANG PAHALA ITU TIDAK BISA BERPINDAH KEPADA ORANG YANG SUDAH MENINGGAL

Meskipun di dalam pembahasan di atas kita telah mengetahui bahwasanya seseorang itu bisa mendapatkan manfaat dari amalan orang lain dan bahwasanya pahala suatu amalan bisa mengalir kepada orang lain, namun ini tidak berlaku secara mutlak. Hal tersebut hanya berlaku pada hal-hal yang ada penjelasan dan dalilnya dari Al Qur`an ataupun hadits-hadits yang shahih/hasan. Adapun perkara-perkara yang tidak ada keterangannya dari Al Qur`an ataupun sunnah, maka penjelasan di atas tidak berlaku dan tidak bisa dikiaskan antara satu sama lain.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata di dalam kitab tafsir beliau (7/465): “Permasalahan qurbah (ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah) itu hanya terbatas kepada nash (Al Qur`an ataupun sunnah), dan tidak bisa dicampuri oleh berbagai jenis qiyas dan akal pemikiran.”

Di antara contoh amalan yang disangka bisa bermanfaat bagi orang lain, namun ternyata tidak ada keterangannya dari Allah ta’ala dan tidak pernah diajarkan oleh Rasul-Nya صلى الله عليه وسلم adalah seperti:

1. Menghadiahkan pahala membaca Al Qur`an untuk mayit.

Imam Asy Syafi’i rahimahullah, berdasarkan ayat ke-39 dari surat An Najm di atas, menyimpulkan bahwa membaca Al Qur`an pahalanya tidak akan sampai kepada mayit karena itu bukan amalan dan usahanya. Oleh karena itu Rasulullah صلى الله عليه وسلم tidak pernah menganjurkan dan menyuruh umatnya untuk melakukannya. Begitu pula tidak pernah dinukil dari para sahabat Nabi bahwa mereka melakukannya. Kalau seandainya ini adalah suatu kebaikan, maka pastilah mereka sudah melakukannya. Demikian makna kalam Ibnu Katsir rahimahullah dan Imam An Nawawi.

2. Melakukan shalat sebagai pengganti atau mewakili bagi orang lain.

Imam Al Qurthubi berkata di dalam kitab tafsirnya (9/98): “Mereka (ulama) bersepakat bahwa seseorang tidak boleh melakukan shalat mewakili orang lain.”

Imam An Nawawi berkata di dalam Syarh Shahih Muslim (1/89): “Adapun mengenai shalat dan puasa, menurut mazhab Asy Syafi’i dan kebanyakan ulama, pahalanya tidak sampai kepada mayit, kecuali jika puasa itu wajib atas mayit lalu walinya menggantikannya berpuasa ataupun pihak lain yang diizinkan oleh wali.”

Adapun mengenai pendapat sebagian ulama yang membolehkan seseorang untuk melaksanakan shalat mewakili orang lain, ataupun membayar denda berupa makanan pokok sebagai pengganti dari shalat yang telah ditinggalkan, maka Imam An Nawawi berkomentar: “Semua pendapat ini adalah lemah. Dalil yang mereka gunakan adalah qiyas terhadap doa, sedekah, dan haji karena (pahala) ketiganya ini sampai (kepada mayit) berdasarkan ijma’.”

Demikianlah pembahasan seputar masalah menghadiahkan pahala kepada mayit. Semoga bermanfaat bagi diri penulis dan bagi seluruh kaum muslimin.

وبالله التوفيق