Bismillahirrahmanirrahim | Berkata Abdullah ibnu Abbas radhiallahu 'anhu: "Tidaklah datang kepada manusia suatu tahun yang baru melainkan mereka pasti akan membuat bid'ah baru dan mematikan sunnah sehingga hiduplah bid'ah dan matilah sunnah." Diriwayatkan oleh Ibnu Wadhdhah di dalam kitab Al Bida' wan Nahyu 'anha | Berkata Sufyan Ats Tsauri rahimahullahu ta'ala: "Bid'ah lebih disukai Iblis daripada maksiat karena maksiat akan ditaubati sedangkan bid'ah tidak akan ditaubati." Diriwayatkan oleh Al Baghawi di dalam kitab Syarhus Sunnah (1/216) | Berkata Sufyan bin Uyainah rahimahullahu ta'ala: "Barangsiapa yang rusak dari kalangan ulama kita maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan ulama Yahudi dan barangsiapa yang rusak dari kalangan ahli ibadah kita maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan ahli ibadah Nasrani." |

Seputar Masalah Mengirim Pahala kepada Mayit (Bagian Pertama)

بسم الله الرحمن الرحيم

Pertanyaan:

Assalamu'alaikum. Tolong dijelaskan tentang maksud dari Al Qur`an surat An Najm ayat 39, serta hubungannya dengan berkirim pahala kepada orang yang telah meninggal pada peringatan hari kematiannya (haul). Apakah ini termasuk bid'ah ataukah disyariatkan di dalam Islam? Mohon penjelasannya karena saya tidak ingin terjebak dalam hal ini.

Jawaban:

Wa'alaikumussalam warahmatullah.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman di dalam Al Qur`an surat An Najm ayat 39:

وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى

“dan bahwasanya seorang manusia tidaklah memiliki kecuali apa yang telah diusahakannya.”

Ibnu Katsir rahimahullah berkata di dalam tafsir ayat ini: “Maksudnya adalah: sebagaimana dia tidak dibebani dengan menanggung dosa (yang diperbuat oleh) orang lain, begitu pula dia tidak mendapatkan pahala kecuali dari apa yang telah dia lakukan sendiri.”

Di dalam ayat yang lain Allah berfirman:

إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لأَنْفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا

“Jika kalian berbuat baik (berarti) kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri; dan jika kalian berbuat kejelekan, maka (kejelekan) itu bagi diri kalian sendiri.” [QS Al Isra`: 7]

Di dalam ayat yang lain Allah berfirman:

مَّنْ عَمِلَ صَالِحاً فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسَآءَ فَعَلَيْهَا

“Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh, maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa mengerjakan perbuatan jelek, maka (dosanya) untuk dirinya sendiri.” [QS Fushshilat: 46]

Ketiga ayat di atas menerangkan bahwa seseorang itu tidaklah memiliki pahala melainkan dari perbuatan yang telah dia lakukan semasa hidupnya di dunia.

Yang perlu diperhatikan pada ayat ke-39 dari surat An Najm tidak secara mutlak menolak kemungkinan seorang manusia itu untuk dapat menerima manfaat kebaikan berupa pahala dari amalan yang dilakukan oleh orang lain. Alasannya adalah karena huruf lam berbaris kasrah di kalimat (لِلْإِنْسَانِ) itu artinya “kepemilikan”.  Itulah sebabnya kenapa ayat ke-39 dari surat An Najm tidak mengatakan seperti ini misalnya: “dan bahwasanya seorang manusia tidaklah bisa mendapatkan manfaat kecuali dari apa yang telah diusahakannya.” Demikianlah apa yang dijelaskan oleh Syekh Muhammad Al Amin Asy Syinqithi rahimahullah di dalam kitab Adhwa`ul Bayan (8/53) dan Syekh Muhammad bin Nashir As Sa’di di kitab Taysirul Mannan.

Jadi makna ayat di atas secara lebih sederhana adalah: “Seseorang tidak bisa memiliki pahala kecuali apa yang telah dia usahakan selama hidupnya, dan dia juga tidak bisa mengambil alih pahala yang telah menjadi hak milik orang lain. Akan tetapi, dia bisa mendapatkan manfaat pahala dari perbuatan kebaikan yang dilakukan oleh orang lain.”

Oleh karena itu harap dibedakan antara kata “memiliki pahala” dengan kalimat “mendapatkan manfaat pahala”. Kalimat “mendapatkan manfaat pahala” bukan artinya mengambil alih pahala orang lain. Harap dipahami baik-baik penjelasan tentang hal ini.

Berikut ini kami sebutkan beberapa dalil dari Al Qur`an dan hadits Nabi yang menyebutkan beberapa amalan seorang muslim yang bisa mengalir pahalanya kepada muslim lain yang telah meninggal tanpa mengurangi pahala orang yang melakukan amalan itu.

1. Firman Allah ta’ala:

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ

“Orang-orang yang beriman, dan yang keturunan mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami angkat keturunan mereka kepada derajat yang sama dengan mereka, dan Kami tidak mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka.” [QS Ath Thur: 21]

Ayat di atas menunjukkan bahwa anak-cucu keturunan orang-orang yang beriman dan beramal shalih bisa terangkat derajatnya seperti orang tua mereka dengan sebab keimanan dan amal shalih orang tua mereka, asalkan mereka (para anak cucu) itu juga beriman kepada Allah dan beramal shalih.

Sedangkan kalimat “Kami tidak mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka” menunjukkan bahwa para anak-cucu tidak bisa mengambil alih pahala keimanan milik orang tua mereka, namun mereka bisa mendapatkan manfaat dari keimanan orang tua mereka.

2. Hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

إذا مات الإنسان انقطع عنه عمله إلا من ثلاثة إلا من صدقة جارية أو علم ينتفع به أو ولد صالح يدعو له

“Apabila seorang manusia meninggal, maka terputuslah amalannya darinya, kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakannya.” [HR Muslim (1631)]

3. Hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

من دعا إلى هدى كان له من الأجر مثل أجور من تبعه لا ينقص ذلك من أجورهم شيئا ومن دعا إلى ضلالة كان عليه من الإثم مثل آثام من تبعه لا ينقص ذلك من آثامهم شيئا

“Barangsiapa yang mengajak kepada kebaikan, maka dia akan mendapat pahala sama seperti pahala orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi sedikitpun dari pahala mereka. Barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan, maka dia mendapat dosa sama seperti dosa orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi sedikitpun dari dosa mereka.” [HR Muslim (2674)]

4. Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, dia berkata:

أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أُمِّي افْتُلِتَتْ نَفْسُهَا وَأُرَاهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ أَفَأَتَصَدَّقُ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ تَصَدَّقْ عَنْهَا

“Seorang lelaki berkata kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم : “Sesungguhnya ibuku meninggal tiba-tiba. Saya kira jika dia dapat berbicara dia akan bersedekah. Bolehkah saya bersedekah mewakili dirinya?” Nabi menjawab: “Ya, bersedekahlah mewakili dirinya.” [HR Al Bukhari (2670)]

Imam An Nawawi berkata di dalam kitab Syarh Shahih Muslim (1/89): “Barangsiapa yang ingin berbakti kepada kedua orang tuanya (yang telah meninggal) maka hendaklah dia bersedekah mewakili mereka karena (pahala) sedekah itu sampai kepada mayit dan bermanfaat baginya tanpa adanya perselisihan di antara kaum muslimin, Inilah dia pendapat yang benar.”

Kita cukupkan sampai di sini dahulu pembahasan tentang masalah mengirim pahala kepada orang yang sudah meninggal, dan kita lanjutkan kepada bagian kedua agar tidak terlalu panjang dan membosankan. Silakan membaca di sini.

وبالله التوفيق