بسم الله الرحمن الرحيم
Shalat sunat berjamaah secara umum diperbolehkan namun dengan syarat tidak dijadikan sebagai kebiasaan rutin dan melakukannya di rumah lebih dianjurkan.
Beberapa dalil yang menunjukkan atas bolehnya perkara ini adalah:
1. Hadits Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu yang mengisahkan tentang diundangnya Rasulullah صلى الله عليه وسلم oleh neneknya Anas yang bernama Mulaikah ke rumahnya untuk makan di sana. Kemudian Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengajak Mulaikah, Anas, dan seorang anak yatim untuk shalat sunat secara berjamaah di rumah tersebut. Beliau melaksanakan shalat dua rakaat.
Hadits ini diriwayatkan oleh Al Bukhari (380) dan Muslim (658)
Ibnu Hajar Al Asqalany berkata di dalam kitab Fathul Bari (1/490): “Di dalam hadits ini terdapat beberapa faidah … (di antaranya) … shalat sunat berjamaah di dalam rumah.”
Imam An Nawawi membuat bab untuk hadits ini dengan judul “Bab: Bolehnya berjamaah di dalam shalat sunat … “
2. Hadits ‘Itban bin Malik radhiallahu ‘anhu yang mengundang Rasulullah صلى الله عليه وسلم ke rumahnya untuk menentukan baginya tempat shalat di rumahnya. Maka datanglah Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersama Abu Bakr radhiallahu ‘anhu ke rumah ‘Itban lalu shalat di dalamnya bersama para sahabat beliau sebanyak dua rakaat.
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari (1185) dan membuat judul bab untuk hadits ini “Bab: Shalat sunat berjamaah”.
Demikianlah beberapa hadits yang menunjukkan atas bolehnya melakukan shalat sunat secara berjamaah secara umum.
PERHATIAN:
Sebagaimana yang kami katakan di atas, bolehnya melakukan shalat sunat berjamaah ini berlaku tidak secara mutlak. Ia hanya boleh dilakukan dengan beberapa syarat berikut:
1. Tidak dijadikan sebagai kebiasaan yang dilakukan terus-menerus.
2. Tidak membesar-besarkannya dan sengaja mengajak banyak orang untuk melakukannya.
3. Adanya kemashlatan yang penting ketika melakukannya, seperti: dalam rangka pengajaran, atau sedang tidak bersemangat bila melakukannya sendirian, atau membantu seseorang untuk menentukan lokasi yang tepat untuk shalat di rumahnya.
4. Tempat pelaksanannya yang disyariatkan adalah di dalam rumah.
5. Dikecualikan dari hal-hal di atas adalah shalat tarawih pada bulan Ramadhan. Ia boleh dilakukan sepanjang bulan tersebut dengan mengajak orang sebanyak-banyaknya dan dilakukan di mesjid.
Demikian. Wallahu a’lamu bish showab.
والحمد لله رب العالمين
Sumber: Disadur dengan perubahan seperlunya dari kitab Bughyatul Mutathowwi’ karangan Muhammad bin Umar Bazmul hafizhahullah.
Beberapa dalil yang menunjukkan atas bolehnya perkara ini adalah:
1. Hadits Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu yang mengisahkan tentang diundangnya Rasulullah صلى الله عليه وسلم oleh neneknya Anas yang bernama Mulaikah ke rumahnya untuk makan di sana. Kemudian Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengajak Mulaikah, Anas, dan seorang anak yatim untuk shalat sunat secara berjamaah di rumah tersebut. Beliau melaksanakan shalat dua rakaat.
Hadits ini diriwayatkan oleh Al Bukhari (380) dan Muslim (658)
Ibnu Hajar Al Asqalany berkata di dalam kitab Fathul Bari (1/490): “Di dalam hadits ini terdapat beberapa faidah … (di antaranya) … shalat sunat berjamaah di dalam rumah.”
Imam An Nawawi membuat bab untuk hadits ini dengan judul “Bab: Bolehnya berjamaah di dalam shalat sunat … “
2. Hadits ‘Itban bin Malik radhiallahu ‘anhu yang mengundang Rasulullah صلى الله عليه وسلم ke rumahnya untuk menentukan baginya tempat shalat di rumahnya. Maka datanglah Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersama Abu Bakr radhiallahu ‘anhu ke rumah ‘Itban lalu shalat di dalamnya bersama para sahabat beliau sebanyak dua rakaat.
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari (1185) dan membuat judul bab untuk hadits ini “Bab: Shalat sunat berjamaah”.
Demikianlah beberapa hadits yang menunjukkan atas bolehnya melakukan shalat sunat secara berjamaah secara umum.
PERHATIAN:
Sebagaimana yang kami katakan di atas, bolehnya melakukan shalat sunat berjamaah ini berlaku tidak secara mutlak. Ia hanya boleh dilakukan dengan beberapa syarat berikut:
1. Tidak dijadikan sebagai kebiasaan yang dilakukan terus-menerus.
2. Tidak membesar-besarkannya dan sengaja mengajak banyak orang untuk melakukannya.
3. Adanya kemashlatan yang penting ketika melakukannya, seperti: dalam rangka pengajaran, atau sedang tidak bersemangat bila melakukannya sendirian, atau membantu seseorang untuk menentukan lokasi yang tepat untuk shalat di rumahnya.
4. Tempat pelaksanannya yang disyariatkan adalah di dalam rumah.
5. Dikecualikan dari hal-hal di atas adalah shalat tarawih pada bulan Ramadhan. Ia boleh dilakukan sepanjang bulan tersebut dengan mengajak orang sebanyak-banyaknya dan dilakukan di mesjid.
Demikian. Wallahu a’lamu bish showab.
والحمد لله رب العالمين