بسم الله الرحمن الرحيم
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman di dalam Al Qur`an:
“Berkatalah Rasul: "Wahai Rabbku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Quran itu sesuatu yang tidak diacuhkan"." [QS Al Furqan: 30]
Pada kesempatan ini, kami akan membahas tentang maksud dari kalimat (مَهْجُورًا) “tidak mengacuhkan Al Qur`an” dari perkataan beberapa ulama Islam.
1. Ibnu Katsir rahimahullah berkata di dalam kitab Tafsirnya (6/108):
“Apabila dibacakan Al Qur`an kepada mereka, maka mereka akan membuat gaduh dan percakapan tentang hal lain agar mereka tidak mendengarnya. Ini adalah salah satu bentuk hajr (tidak mengacuhkan) Al Qur`an. Tidak mempelajari dan menghafalnya termasuk bentuk tidak mengacuhkannya. Tidak beriman kepadanya dan membenarkannya termasuk bentuk tidak mengacuhkannya. Tidak merenungkan dan memahaminya termasuk bentuk tidak mengacuhkannya. Tidak mengamalkannya, melaksanakan perintahnya, dan menjauhi larangannya termasuk bentuk tidak mengacuhkannya. Berpaling dari Al Qur`an kepada yang lain seperti syair, pendapat (manusia), lagu, permainan, perkataan (manusia), atau jalan yang diambil dari selain Al Qur`an juga termasuk bentuk tidak mengacuhkannya.
Kita memohon kepada Allah -Al Karim (Yang Maha Mulia), Al Mannan (Yang Maha memberi anugerah), Al Qadir (Yang Maha Mampu) atas segala yang dikehendaki-Nya- agar menyelamatkan kita dri segala hal yang bisa membuat-Nya benci dan memudahkan kita kepada segala hal yang diridhai-Nya yaitu menghafalkan kitab-Nya, memahaminya, dan mengamalkan segala konsekuensinya sepanjang malam dan siang, dengan cara yang dicintai dan diridhai-Nya. Sesungguhnya Dia itu Karim (Maha Mulia) lagi Wahhab (Maha Pemberi).” Selesai penukilan kalam beliau rahimahullah.
2. Ibnu Qoyyim Al Jauziyyah berkata di dalam kitab Al Fawaid (hal.82):
“Faidah: Hajrul (tidak mengacuhkan) Al Qur`an ada beberapa macam. Pertama: Tidak mau menyimaknya, beriman kepadanya, dan memperdulikannya. Kedua: Tidak mengamalkannya dan mematuhi perkara halal dan haramnya meskipun dia membacanya dan beriman kepadanya. Ketiga: Tidak menjadikannya sebagai sumber hukum dan tidak berhukum kepadanya dalam perkara-perkara pokok agama dan cabang-cabangnya. Keempat: Tidak merenungkan dan memahami maknanya. Kelima: Tidak mencari kesembuhan dan berobat dengannya untuk mengobati segala penyakit dan racun hati.” Selesai penukilan kalam beliau dengan perubahan seperlunya.
3. Syekh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah berkata:
“Atas dasar ini maka kami katakan: Hajrul Qur`an itu ada dua jenis: Pertama: Tidak membacanya. Kedua: Tidak mengamalkannya, dan inilah hal yang berbahaya.” Selesai penukilan kalam beliau dengan perubahan seperlunya dari kitab Liqoatul Babil Maftuh (28/6).
وبالله التوفيق
وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا
الْقُرْآنَ مَهْجُورًا
Pada kesempatan ini, kami akan membahas tentang maksud dari kalimat (مَهْجُورًا) “tidak mengacuhkan Al Qur`an” dari perkataan beberapa ulama Islam.
1. Ibnu Katsir rahimahullah berkata di dalam kitab Tafsirnya (6/108):
“Apabila dibacakan Al Qur`an kepada mereka, maka mereka akan membuat gaduh dan percakapan tentang hal lain agar mereka tidak mendengarnya. Ini adalah salah satu bentuk hajr (tidak mengacuhkan) Al Qur`an. Tidak mempelajari dan menghafalnya termasuk bentuk tidak mengacuhkannya. Tidak beriman kepadanya dan membenarkannya termasuk bentuk tidak mengacuhkannya. Tidak merenungkan dan memahaminya termasuk bentuk tidak mengacuhkannya. Tidak mengamalkannya, melaksanakan perintahnya, dan menjauhi larangannya termasuk bentuk tidak mengacuhkannya. Berpaling dari Al Qur`an kepada yang lain seperti syair, pendapat (manusia), lagu, permainan, perkataan (manusia), atau jalan yang diambil dari selain Al Qur`an juga termasuk bentuk tidak mengacuhkannya.
Kita memohon kepada Allah -Al Karim (Yang Maha Mulia), Al Mannan (Yang Maha memberi anugerah), Al Qadir (Yang Maha Mampu) atas segala yang dikehendaki-Nya- agar menyelamatkan kita dri segala hal yang bisa membuat-Nya benci dan memudahkan kita kepada segala hal yang diridhai-Nya yaitu menghafalkan kitab-Nya, memahaminya, dan mengamalkan segala konsekuensinya sepanjang malam dan siang, dengan cara yang dicintai dan diridhai-Nya. Sesungguhnya Dia itu Karim (Maha Mulia) lagi Wahhab (Maha Pemberi).” Selesai penukilan kalam beliau rahimahullah.
2. Ibnu Qoyyim Al Jauziyyah berkata di dalam kitab Al Fawaid (hal.82):
“Faidah: Hajrul (tidak mengacuhkan) Al Qur`an ada beberapa macam. Pertama: Tidak mau menyimaknya, beriman kepadanya, dan memperdulikannya. Kedua: Tidak mengamalkannya dan mematuhi perkara halal dan haramnya meskipun dia membacanya dan beriman kepadanya. Ketiga: Tidak menjadikannya sebagai sumber hukum dan tidak berhukum kepadanya dalam perkara-perkara pokok agama dan cabang-cabangnya. Keempat: Tidak merenungkan dan memahami maknanya. Kelima: Tidak mencari kesembuhan dan berobat dengannya untuk mengobati segala penyakit dan racun hati.” Selesai penukilan kalam beliau dengan perubahan seperlunya.
3. Syekh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah berkata:
“Atas dasar ini maka kami katakan: Hajrul Qur`an itu ada dua jenis: Pertama: Tidak membacanya. Kedua: Tidak mengamalkannya, dan inilah hal yang berbahaya.” Selesai penukilan kalam beliau dengan perubahan seperlunya dari kitab Liqoatul Babil Maftuh (28/6).
وبالله التوفيق