Bismillahirrahmanirrahim | Berkata Abdullah ibnu Abbas radhiallahu 'anhu: "Tidaklah datang kepada manusia suatu tahun yang baru melainkan mereka pasti akan membuat bid'ah baru dan mematikan sunnah sehingga hiduplah bid'ah dan matilah sunnah." Diriwayatkan oleh Ibnu Wadhdhah di dalam kitab Al Bida' wan Nahyu 'anha | Berkata Sufyan Ats Tsauri rahimahullahu ta'ala: "Bid'ah lebih disukai Iblis daripada maksiat karena maksiat akan ditaubati sedangkan bid'ah tidak akan ditaubati." Diriwayatkan oleh Al Baghawi di dalam kitab Syarhus Sunnah (1/216) | Berkata Sufyan bin Uyainah rahimahullahu ta'ala: "Barangsiapa yang rusak dari kalangan ulama kita maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan ulama Yahudi dan barangsiapa yang rusak dari kalangan ahli ibadah kita maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan ahli ibadah Nasrani." |

Beriman kepada Takdir Menurut Ahlussunnah wal Jama'ah

بسم الله الرحمن الرحيم

Salah satu akidah yang wajib untuk diimani adalah perkara takdir. Akidah Ahlussunnah Wal Jama’ah di dalam masalah takdir ini adalah bahwa Allah telah menciptakan takdir dan menentukannya bagi seluruh makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi. Tidak ada satu makhlukpun di alam semesta ini yang terlepas dari ketentuan takdir Allah ta'ala.

Dalil yang menunjukan bahwa Allah ta’ala telah menentukan takdir atas seluruh makhluk adalah firman Allah :

إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ

“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” [QS Al Qamar: 49]

Di dalam ayat yang lain, Allah berfirman:

وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا

“Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya (takdir) dengan sebaik-baiknya.” [QS Al Furqan: 70]

Di dalam sebuah hadits dari Abdullah bin ‘Amr radhiallahu ‘anhu, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

كتب الله مقادير الخلائق قبل أن يخلق السماوات والأرض بخمسين ألف سنة

“Sesungguhnya Allah telah menetapkan takdir seluruh makhluk sebelum menciptakan langit dan bumi sejak lima puluh ribu tahun sebelumnya." [HR Muslim (2653)]

Penulisan takdir ini telah tercatat sepenuhnya di dalam sebuah kitab yang bernama Al Lauhul Mahfuzh, dan pena pencatat takdir itu disebut Al Qalam.

Dari Ubadah ibnus Shamit radhiallahu 'anhu, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

إن أول ما خلق الله تعالى القلم. فقال له: اكتب! فقال: رب، وماذا أكتب؟ قال: اكتب مقادير كل شىء حتى تقوم الساعة!

“Sesungguhnya makhluk yang pertama kali Allah ta’ala ciptakan adalah Al Qalam. Allah berkata kepadanya: “Tulislah!” Al Qalam berkata: “Wahai Rabbku, apa yang harus kutulis?” Allah menjawab: “Tulislah takdir segala sesuatu hingga terjadinya hari kiamat!” [HR Abu Daud (4700). Hadits shahih]

Ahlussunnah wal Jam’ah meyakini bahwa meskipun Allah telah menentukan takdir bagi setiap hamba, namun Allah tetap memberikan bagi mereka kebebasan untuk berkehendak dan memilih, sehingga mereka dapat menentukan apa yang ingin mereka lakukan ataupun apa yang tidak ingin mereka lakukan untuk mencapai tujuan mereka, baik itu dalam hal kebaikan maupun keburukan.

Dalil yang menunjukkan bahwasanya makhluk itu memiliki kehendak dan pilihan untuk berbuat sesuatu, adalah firman Allah ta’ala:

لِمَنْ شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَقِيمَ

“(Yaitu) bagi siapa di antara kalian yang mau menempuh jalan yang lurus.” [QS At Takwir: 28]

Firman Allah ta’ala:

إِنَّ هَذِهِ تَذْكِرَةٌ فَمَنْ شَاءَ اتَّخَذَ إِلَى رَبِّهِ سَبِيلًا

“Sesungguhnya ini adalah suatu peringatan. Maka barangsiapa yang mau maka dia akan menempuh jalan (yang menyampaikannya) kepada Rabbnya.” [QS Al Muzammil: 19]

Firman Allah ta’ala:

إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا

“Sesungguhnya Kami telah menunjukinya (manusia) jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.” [QS Al Insan: 3]

Semua ayat-ayat di atas menerangkan dengan jelas bahwa manusia itu telah diberikan kehendak oleh Allah untuk memilih apa yang ingin dia lakukan atau tinggalkan. Selain itu, Allah juga telah memberikan manusia akal pikiran dan kecerdasan untuk bisa menimbang dan menentukan mana jalan yang baik untuk dia tempuh dan mana jalan yang buruk baginya.

Allah telah menerangkan jalan kebaikan dan kejelekan kepada manusia dan telah memberikan pilihan dan akal kepada mereka untuk menentukan pilihannya. Dengan demikian, maka tidak ada lagi alasan bagi manusia untuk meninggalkan kewajiban, melakukan kejahatan, kemaksiatan, ataupun kekufuran setelah sampainya dakwah kepada dia, lalu dia menjadikan takdir sebagai alasannya.

Menjadikan takdir sebagai alasan untuk meninggalkan kewajiban syariat atau melakukan kemaksiatan dan kukufuran tidaklah bisa diterima karena beberapa sebab. Silakan membacanya di tautan ini.

والحمد لله رب العالمين

Sumber: Disadur dengan perubahan seperlunya dari kitab Syarhul Ushulits Tsalatsah karya Syekh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah.