بسم الله الرحمن الرحيم
Berikut ini kami akan menyampaikan sebuah pembahasan mengenai sebuah sistem hukum yang banyak diadopsi oleh berbagai negara, yaitu demokrasi. Kami akan mencoba untuk membahas tentang hukum demokrasi ini ditinjau dari pandangan hukum syariat Islam yang diturunkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan yang dibawa oleh Rasul-Nya Muhammad صلى الله عليه وسلم . Agar tidak terlalu panjang dan memberatkan, maka tulisan ini akan kami bagi ke dalam dua bagian.
Hakikat Demokrasi
Hampir seluruh negara di dunia menggunakan hukum demokrasi sebagai pedoman sistem kehidupan mereka. Sistem demokrasi menetapkan bahwa hukum yang berlaku di masyarakat adalah hukum yang dibuat oleh rakyat untuk kepentingan rakyat itu sendiri. Jadi, rakyat adalah sumber hukum utama di dalam sistem demokrasi. Apa yang diputuskan oleh (wakil) rakyat maka itulah hukum yang berlaku secara mutlak meskipun harus bertentangan dengan hukum Allah ‘azza wa jalla.
Hakikat ini tentu saja sangat bertentangan dengan apa yang Allah sebutkan di dalam Al Quran yang menerangkan bahwa penetapan hukum itu semata-mata merupakan hak khusus bagi Allah subhanahu wa ta’ala. Allah berfirman:
إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ
“Hukum itu hanyalah kepunyaan Allah.” [QS Yusuf: 40]
Sehingga apabila kita menggunakan hukum yang tidak ada dasarnya dari syariat Allah, berarti kita telah menyekutukan Allah di dalam hukum syariat-Nya. Ini merupakan suatu kesyirikan. Allah berfirman:
“Dia (Allah) tidak mengambil seorangpun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan.” [QS Al Kahfi: 26]
Selain itu, bila kita melihat asal-usulnya, ternyata demokrasi merupakan hasil penemuan orang-orang kafir yang telah jelas bahwasanya mereka adalah kaum yang tidak berhukum dengan syariat Allah. Maka, manakah yang lebih baik untuk diikuti: sistem hukum buatan orang yang ingkar kepada Allah dan menetapkan hukum sesuai dengan keterbatasan akal mereka, ataukah hukum dari Rabb semesta alam yang tidaklah menetapkan hukum melainkan mengandung kebaikan dan kemashlahatan bagi seluruh umat manusia? Jawabannya adalah tentu saja yang kedua!
Allah berfirman:
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” [QS Al Maidah: 50]
Larangan Berpedoman Kepada Demokrasi
Allah telah memberikan ancaman yang tegas bagi orang-orang yang menjadikan hukum selain hukum Allah sebagai pedoman hidup mereka. Allah mencap mereka sebagai salah satu dari tiga kategori, yaitu: kafir, zhalim, atau fasiq. Allah berfirman di dalam tiga ayat:
“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” [QS Al Maidah: 44]
“ Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zhalim.” [QS Al Maidah: 45]
“Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.” [QS Al Maidah: 47]
Allah juga menerangkan bahwa orang yang mengikuti hukum selain hukum-Nya berarti dia adalah orang yang zhalim dan berhak mendapatkan ancaman berupa siksaan yang pedih. Allah berfirman:
“Apakah mereka mempunyai sekutu selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan oleh Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Sesungguhnya orang-orang yang zhalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih.” [QS Asy Syura: 21]
Sebenarnya inilah tujuan utama yang diinginkan oleh orang-orang kafir, yaitu supaya kita mengikuti ajaran mereka. Allah telah memperingatkan kita di dalam Al Quran dengan firman-Nya:
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)!” [QS Al Baqarah: 120]
Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu ‘anhu, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
“Kalian benar-benar akan mengikuti jalan orang-orang yang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta. Bahkan kalau mereka masuk ke dalam sarangnya Dhabb (sejenis biawak), pastilah kalian akan ikut melakukannya.” Kami bertanya: “Wahai Rasulullah! Apakah mereka itu Yahudi dan Nasrani?” Nabi menjawab: “Siapa lagi?” [HR Al Bukhari (3456) dan Muslim (2669)]
Artikel ini bersambung pada bagian kedua. Silakan di baca di sini.
Berikut ini kami akan menyampaikan sebuah pembahasan mengenai sebuah sistem hukum yang banyak diadopsi oleh berbagai negara, yaitu demokrasi. Kami akan mencoba untuk membahas tentang hukum demokrasi ini ditinjau dari pandangan hukum syariat Islam yang diturunkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan yang dibawa oleh Rasul-Nya Muhammad صلى الله عليه وسلم . Agar tidak terlalu panjang dan memberatkan, maka tulisan ini akan kami bagi ke dalam dua bagian.
Hakikat Demokrasi
Hampir seluruh negara di dunia menggunakan hukum demokrasi sebagai pedoman sistem kehidupan mereka. Sistem demokrasi menetapkan bahwa hukum yang berlaku di masyarakat adalah hukum yang dibuat oleh rakyat untuk kepentingan rakyat itu sendiri. Jadi, rakyat adalah sumber hukum utama di dalam sistem demokrasi. Apa yang diputuskan oleh (wakil) rakyat maka itulah hukum yang berlaku secara mutlak meskipun harus bertentangan dengan hukum Allah ‘azza wa jalla.
Hakikat ini tentu saja sangat bertentangan dengan apa yang Allah sebutkan di dalam Al Quran yang menerangkan bahwa penetapan hukum itu semata-mata merupakan hak khusus bagi Allah subhanahu wa ta’ala. Allah berfirman:
إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ
“Hukum itu hanyalah kepunyaan Allah.” [QS Yusuf: 40]
Sehingga apabila kita menggunakan hukum yang tidak ada dasarnya dari syariat Allah, berarti kita telah menyekutukan Allah di dalam hukum syariat-Nya. Ini merupakan suatu kesyirikan. Allah berfirman:
وَلَا يُشْرِكُ فِي حُكْمِهِ أَحَدًا
Selain itu, bila kita melihat asal-usulnya, ternyata demokrasi merupakan hasil penemuan orang-orang kafir yang telah jelas bahwasanya mereka adalah kaum yang tidak berhukum dengan syariat Allah. Maka, manakah yang lebih baik untuk diikuti: sistem hukum buatan orang yang ingkar kepada Allah dan menetapkan hukum sesuai dengan keterbatasan akal mereka, ataukah hukum dari Rabb semesta alam yang tidaklah menetapkan hukum melainkan mengandung kebaikan dan kemashlahatan bagi seluruh umat manusia? Jawabannya adalah tentu saja yang kedua!
Allah berfirman:
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
Larangan Berpedoman Kepada Demokrasi
Allah telah memberikan ancaman yang tegas bagi orang-orang yang menjadikan hukum selain hukum Allah sebagai pedoman hidup mereka. Allah mencap mereka sebagai salah satu dari tiga kategori, yaitu: kafir, zhalim, atau fasiq. Allah berfirman di dalam tiga ayat:
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Allah juga menerangkan bahwa orang yang mengikuti hukum selain hukum-Nya berarti dia adalah orang yang zhalim dan berhak mendapatkan ancaman berupa siksaan yang pedih. Allah berfirman:
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ وَلَوْلَا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Sebenarnya inilah tujuan utama yang diinginkan oleh orang-orang kafir, yaitu supaya kita mengikuti ajaran mereka. Allah telah memperingatkan kita di dalam Al Quran dengan firman-Nya:
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى
Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu ‘anhu, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ سَلَكُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ
Artikel ini bersambung pada bagian kedua. Silakan di baca di sini.
والحمد لله رب العالمين