بسم الله الرحمن الرحيم
Pada bagian pertama, kita telah menyebutkan beberapa hal yang berkaitan dengan hakikat demokrasi dan penilaian Islam terhadap sistem hukum tersebut. Pada bagian kedua ini mari kita lanjutkan pembahasan mengenai hal tersebut. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberikan kita pemahaman di dalam perkara agama kita dan kemauan untuk mengamalkannya.
Perintah untuk Mengikuti Hukum Syariat Islam
Allah subhanahu wa ta’ala telah menjadikan ketundukan kepada syariat Islam sebagai salah satu syarat keimanan seorang hamba. Allah berfirman:
“Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” [QS An Nisa`:65]
Di dalam ayat yang lain, Allah berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kalian. Jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya.” [QS An Nisa`: 59]
Inilah yang diperintahkan oleh Allah kepada Rasul-Nya, yaitu untuk hanya berpedoman dan berhukum dengan hukum syariat Allah. Allah berfirman:
“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” [QS Al Jatsiyah: 18]
Di dalam ayat lain, Allah berfirman:
“Berpegang teguhlah kalian semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian ketika kalian dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hati-hati kalian, lalu menjadilah kalian karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kalian telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kalian dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian, agar kalian mendapat petunjuk.” [QS Alu Imran: 103]
Di dalam ayat di atas jelas sekali Allah itu telah mempersatukan umat manusia dengan Islam setelah sebelumnya mereka berpecah belah di dalam kekafiran. Lantas, mengapa sekarang kita ingin kembali kepada masa dahulu -masa perpecahan- dengan kembali kepada syariat kaum kafir (demokrasi) dan meninggalkan tali agama Allah, yaitu agama Islam? Tidakkah kita berpikir dan mengambil pelajaran?
Demokrasi adalah Thaghut
Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan definisi thaghut. Beliau mengatakan bahwa thaghut adalah apa saja yang seorang hamba itu bersikap melampaui batas terhadapnya, baik itu berupa sesuatu yang disembah (ma’bud), atau sesuatu yang diikuti (matbu’), ataupun sesuatu yang dipatuhi (mutha’).
Dalam hal ini, demokrasi digolongkan sebagai thaghut karena dianggap sebagai sesuatu yang wajib untuk diikuti dan dipatuhi, dan tidak boleh dilanggar. Pengagungan dan penghormatan yang berlebihan terhadap demokrasi dan menganggapnya sebagai sumber hukum yang paling benar di atas hukum Allah, keyakinan seperti ini telah menjadikan demokrasi ini sebagai thaghut dan ini merupakan suatu bentuk kesyirikan yang paling besar.
Buktinya, sangat banyak orang yang mengaku beriman kepada Allah, namun anehnya ketika mereka diseru untuk berhukum dengan hukum Allah, mereka menolak dengan sekeras-kerasnya. Mereka lebih memilih untuk berhukum dengan hukum Jahiliyyah, mengagungkannya, dan membelanya mati-matian.
Orang-orang seperti ini telah Allah sebutkan di dalam Al Quran:
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku bahwa mereka beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu, lalu mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkari thaghut itu. Syaitan itu bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. Apabila dikatakan kepada mereka: “Marilah kalian (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada (hukumnya) Rasul!” , niscaya kamu melihat orang-orang munafik berusaha menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu.” [QS An Nisa: 60-61]
Padahal Allah telah dengan jelas-jelas melarang kita untuk berhukum dengan hukum thaghut. Allah berfirman:
“Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada tali yang amat kuat yang tidak akan putus.” [QS Al Baqarah: 256]
Bahkan perintah untuk menjauhi segala bentuk thaghut merupakan dakwah yang dibawa oleh para rasul. Allah berfirman:
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah Thaghut itu!” [QS An Nahl: 36]
Demikian penjelasan ringkas mengenai hukum demokrasi. Semoga Allah memberikan petunjuk-Nya kepada hamba-hamba-Nya untuk berani meninggalkan hukum ini dan beralih kepada hukum syariat yang diturunkan oleh Allah Rabbul ‘alamin. Wallahu waliyyut taufiq.
Perintah untuk Mengikuti Hukum Syariat Islam
Allah subhanahu wa ta’ala telah menjadikan ketundukan kepada syariat Islam sebagai salah satu syarat keimanan seorang hamba. Allah berfirman:
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Di dalam ayat yang lain, Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Inilah yang diperintahkan oleh Allah kepada Rasul-Nya, yaitu untuk hanya berpedoman dan berhukum dengan hukum syariat Allah. Allah berfirman:
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ
Di dalam ayat lain, Allah berfirman:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Di dalam ayat di atas jelas sekali Allah itu telah mempersatukan umat manusia dengan Islam setelah sebelumnya mereka berpecah belah di dalam kekafiran. Lantas, mengapa sekarang kita ingin kembali kepada masa dahulu -masa perpecahan- dengan kembali kepada syariat kaum kafir (demokrasi) dan meninggalkan tali agama Allah, yaitu agama Islam? Tidakkah kita berpikir dan mengambil pelajaran?
Demokrasi adalah Thaghut
Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan definisi thaghut. Beliau mengatakan bahwa thaghut adalah apa saja yang seorang hamba itu bersikap melampaui batas terhadapnya, baik itu berupa sesuatu yang disembah (ma’bud), atau sesuatu yang diikuti (matbu’), ataupun sesuatu yang dipatuhi (mutha’).
Dalam hal ini, demokrasi digolongkan sebagai thaghut karena dianggap sebagai sesuatu yang wajib untuk diikuti dan dipatuhi, dan tidak boleh dilanggar. Pengagungan dan penghormatan yang berlebihan terhadap demokrasi dan menganggapnya sebagai sumber hukum yang paling benar di atas hukum Allah, keyakinan seperti ini telah menjadikan demokrasi ini sebagai thaghut dan ini merupakan suatu bentuk kesyirikan yang paling besar.
Buktinya, sangat banyak orang yang mengaku beriman kepada Allah, namun anehnya ketika mereka diseru untuk berhukum dengan hukum Allah, mereka menolak dengan sekeras-kerasnya. Mereka lebih memilih untuk berhukum dengan hukum Jahiliyyah, mengagungkannya, dan membelanya mati-matian.
Orang-orang seperti ini telah Allah sebutkan di dalam Al Quran:
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا (60) وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودًا
Padahal Allah telah dengan jelas-jelas melarang kita untuk berhukum dengan hukum thaghut. Allah berfirman:
فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا
Bahkan perintah untuk menjauhi segala bentuk thaghut merupakan dakwah yang dibawa oleh para rasul. Allah berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
Demikian penjelasan ringkas mengenai hukum demokrasi. Semoga Allah memberikan petunjuk-Nya kepada hamba-hamba-Nya untuk berani meninggalkan hukum ini dan beralih kepada hukum syariat yang diturunkan oleh Allah Rabbul ‘alamin. Wallahu waliyyut taufiq.
والحمد لله رب العالمين