بسم الله الرحمن الرحيم
Bila kita melihat kisah para nabi Allah kita mendapatkan kesabaran mereka yang sangat luar biasa di dalam berdakwah di jalan Allah. Tidaklah mereka meninggalkan kaumnya kecuali bila mereka telah merasa berputus asa mengharapkan keimanan umatnya karena dahsyatnya dan kerasnya kedustaan dan permusuhan.
Kisah nabiyullah Ibrahim صلى الله عليه وسلم sebagai contoh, tidaklah beliau meninggalkan ayahnya dan kaumnya melainkan setelah mendapatkan siksaan dibakar di dalam api (meskipun tidak terbakar) dan diusir oleh ayahnya, Azar. Ketika beliau melihat bahwa tidak ada harapan mereka akan beriman kepada Allah maka beliau meninggalkan mereka. Lihat kisahnya di surat Maryam ayat 48 dan Ash Shaffat 99. Sebelum itu, kita lihat betapa sabarnya beliau menasehati ayah dan kaumnya meskipun dia hanya sendirian.
Kisah nabi kita Muhammad صلى الله عليه وسلم pun mirip dengan ini. Selama tiga belas tahun beliau menyeru masyarakat Mekkah dan sekitarnya untuk beriman kepada Allah. Selama itu beliau menerima gangguan dan cobaan yang berat dan banyak. Sampai suatu ketika tiba puncaknya di mana nyawa beliau terancam, Allah mengizinkan beliau untuk berhijrah. Di antara sebab beliau berhijrah ke Madinah adalah karena diusir oleh kaumnya sebagaimana di dalam kisah percakapan beliau dengan Waraqah bin Naufal. Lihat Shahih Al Bukhari (3) dan Shahih Muslim (160).
Bila kita simpulkan dari kedua pelajaran di atas, kita bisa melihat bahwa Nabi Ibrahim dan Muhammad ‘alaihimas salam sangatlah bersabar terhadap kaumnya. Penyebab keluarnya mereka berdua meninggalkan kaumnya adalah ketika:
1. Keselamatan diri mereka terancam karena adanya gangguan fisik yang sudah melebihi batas kemampuan.
2. Kerasnya permusuhan umat mereka kepada mereka sehingga mereka tidak mungkin / hampir tidak mungkin lagi untuk menegakkan agama Allah 'azza wa jalla.
Keadaan setiap orang berbeda-beda. Mari kita melihat kondisi kita dan lingkungan kita masing-masing. Apakah kita ada mendapatkan gangguan terhadap diri dan agama kita dengan gangguan yang berarti, ataukah hanya gangguan-gangguan yang sifatnya masih bisa kita tanggung dan hadapi dengan kesabaran? Jawabannya ada pada diri kita masing-masing.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (2558) dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, seorang lelaki berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya memiliki kerabat. Saya bersilaturahmi dengan mereka, namun mereka tidak mau bersilaturahmi dengan saya. Saya berbuat baik kepada mereka, namun mereka berbuat jelek terhadap saya. Saya bersikap lemah lembut kepada mereka, namun mereka kasar terhadap saya.”
Lalu Rasulullah صلى الله عليه وسلم berkata kepadanya: “Apabila keadaanmu seperti yang engkau katakan maka seolah-olah engkau memberikan pasir panas kepada mereka. Engkau akan selalu mendapatkan pertolongan dari Allah selama engkau bersikap demikian.”
Makna “memberikan pasir panas kepada mereka” adalah bahwa mereka akan mendapatkan dosa dari perbuatan jelek mereka terhadapmu, dan sebaliknya engkau tidak mendapatkan dosa apapun, bahkan akan mendapatkan pahala dari perbuatan baikmu kepada mereka. Wallahu ta’ala a’lam.
Kisah nabiyullah Ibrahim صلى الله عليه وسلم sebagai contoh, tidaklah beliau meninggalkan ayahnya dan kaumnya melainkan setelah mendapatkan siksaan dibakar di dalam api (meskipun tidak terbakar) dan diusir oleh ayahnya, Azar. Ketika beliau melihat bahwa tidak ada harapan mereka akan beriman kepada Allah maka beliau meninggalkan mereka. Lihat kisahnya di surat Maryam ayat 48 dan Ash Shaffat 99. Sebelum itu, kita lihat betapa sabarnya beliau menasehati ayah dan kaumnya meskipun dia hanya sendirian.
Kisah nabi kita Muhammad صلى الله عليه وسلم pun mirip dengan ini. Selama tiga belas tahun beliau menyeru masyarakat Mekkah dan sekitarnya untuk beriman kepada Allah. Selama itu beliau menerima gangguan dan cobaan yang berat dan banyak. Sampai suatu ketika tiba puncaknya di mana nyawa beliau terancam, Allah mengizinkan beliau untuk berhijrah. Di antara sebab beliau berhijrah ke Madinah adalah karena diusir oleh kaumnya sebagaimana di dalam kisah percakapan beliau dengan Waraqah bin Naufal. Lihat Shahih Al Bukhari (3) dan Shahih Muslim (160).
Bila kita simpulkan dari kedua pelajaran di atas, kita bisa melihat bahwa Nabi Ibrahim dan Muhammad ‘alaihimas salam sangatlah bersabar terhadap kaumnya. Penyebab keluarnya mereka berdua meninggalkan kaumnya adalah ketika:
1. Keselamatan diri mereka terancam karena adanya gangguan fisik yang sudah melebihi batas kemampuan.
2. Kerasnya permusuhan umat mereka kepada mereka sehingga mereka tidak mungkin / hampir tidak mungkin lagi untuk menegakkan agama Allah 'azza wa jalla.
Keadaan setiap orang berbeda-beda. Mari kita melihat kondisi kita dan lingkungan kita masing-masing. Apakah kita ada mendapatkan gangguan terhadap diri dan agama kita dengan gangguan yang berarti, ataukah hanya gangguan-gangguan yang sifatnya masih bisa kita tanggung dan hadapi dengan kesabaran? Jawabannya ada pada diri kita masing-masing.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (2558) dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, seorang lelaki berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya memiliki kerabat. Saya bersilaturahmi dengan mereka, namun mereka tidak mau bersilaturahmi dengan saya. Saya berbuat baik kepada mereka, namun mereka berbuat jelek terhadap saya. Saya bersikap lemah lembut kepada mereka, namun mereka kasar terhadap saya.”
Lalu Rasulullah صلى الله عليه وسلم berkata kepadanya: “Apabila keadaanmu seperti yang engkau katakan maka seolah-olah engkau memberikan pasir panas kepada mereka. Engkau akan selalu mendapatkan pertolongan dari Allah selama engkau bersikap demikian.”
Makna “memberikan pasir panas kepada mereka” adalah bahwa mereka akan mendapatkan dosa dari perbuatan jelek mereka terhadapmu, dan sebaliknya engkau tidak mendapatkan dosa apapun, bahkan akan mendapatkan pahala dari perbuatan baikmu kepada mereka. Wallahu ta’ala a’lam.
وبالله التوفيق