Bismillahirrahmanirrahim | Berkata Abdullah ibnu Abbas radhiallahu 'anhu: "Tidaklah datang kepada manusia suatu tahun yang baru melainkan mereka pasti akan membuat bid'ah baru dan mematikan sunnah sehingga hiduplah bid'ah dan matilah sunnah." Diriwayatkan oleh Ibnu Wadhdhah di dalam kitab Al Bida' wan Nahyu 'anha | Berkata Sufyan Ats Tsauri rahimahullahu ta'ala: "Bid'ah lebih disukai Iblis daripada maksiat karena maksiat akan ditaubati sedangkan bid'ah tidak akan ditaubati." Diriwayatkan oleh Al Baghawi di dalam kitab Syarhus Sunnah (1/216) | Berkata Sufyan bin Uyainah rahimahullahu ta'ala: "Barangsiapa yang rusak dari kalangan ulama kita maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan ulama Yahudi dan barangsiapa yang rusak dari kalangan ahli ibadah kita maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan ahli ibadah Nasrani." |

Hukum Memanjangkan Kuku

بسم الله الرحمن الرحيم

Pertanyaan:

Assalamu'alaikum Ustadz. Bagaimana hukumnya memelihara kuku sampai panjang, apakah makruh atau haram dan apa alasannya? Terima kasih.

Jawaban:

Wa'alaikumussalam warahmatullah.

Memotong kuku hukumnya adalah sunnah dan merupakan salah satu perkara fitrah di dalam Islam. Dalilnya adalah hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:

الْفِطْرَةُ خَمْسٌ (أَوْ خَمْسٌ مِنَ الْفِطْرَةِ): الْخِتَانُ، وَالاِسْتِحْدَادُ، وَتَقْلِيمُ الأَظْفَارِ، وَنَتْفُ الإِبِطِ، وَقَصّ الشّارِبِ

“Perkara fitrah ada lima (atau lima perkara fitrah) yaitu: khitan, istihdad (mencukur bulu kemaluan), memotong kuku, mencabut bulu ketiak, dan memotong kumis.” [HR Al Bukhari (5889) dan Muslim (257)]

Jika ingin membiarkannya panjang maka jangan sampai melebihi empat puluh hari berdasarkan hadits Anas bin Malik radhiallahu 'anhu, dia berkata:

وقت لنا رسول الله صلى الله عليه وسلم حلق العانة وتقليم الأظفار وقص الشارب ونتف الإبط أربعين يوما مرة

“Rasulullah صلى الله عليه وسلم memberikan (batas) waktu bagi kita untuk mencukur bulu kemaluan, memotong kuku, memotong kumis, dan mencabut bulu ketiak sebanyak satu kali dalam empat puluh hari.” [HR Abu Daud (4200). Hadits shahih.]

Memanjangkan kuku dapat membuat terkumpulnya kotoran di sela-sela kuku yang dapat menimbulkan penyakit bagi si pemilik kuku. Selain itu, memanjangkan kuku ada unsur kemiripan dengan binatang.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah berkata tentang kejelekan memanjangkan kuku: “… (Memanjangkan kuku) juga menjadikan seseorang meniru binatang. Oleh karena ini Rasul صلى الله عليه وسلم bersabda:

مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ فَكُلُوهُ، لَيْسَ السِّنَّ وَالظُّفُرَ، وَسَأُحَدِّثُكُمْ عَنْ ذَلِكَ. أَمَّا السِّنُّ فَعَظْمٌ وَأَمَّا الظُّفُرُ فَمُدَى الْحَبَشَةِ

“Alat apa saja yang dapat menumpahkan darah dan disebutkan nama Allah atasnya (ketika menyembelih) maka makanlah ia, kecuali (alat yang berasal dari) gigi dan kuku. Saya akan memberitahukan kepada kalian tentang alasannya. Adapun gigi maka ia adalah tulang, sedangkan kuku maka ia adalah pisaunya orang Habasyah.” [HR Al Bukhari (2488)]

Maksudnya mereka (orang Habasyah) menggunakan kuku sebagai pisau untuk menyembelih dan memotong daging dengannya ataupun untuk yang lainnya. Ini adalah termasuk dari kebiasaan mereka yang mirip dengan binatang.” Demikian fatwa beliau rahimahullah.

Berdasarkan penjelasan di atas, memajangkan kuku melebihi lebih dari empat puluh hari adalah perbuatan yang menyelisihi sunnah dan fitrah, dan hukumnya adalah makruh. Akan tetapi jika tujuan dia memanjangkan kuku untuk meniru kebiasaan atau tren kaum kafir, maka hukumnya adalah haram berdasarkan hadits Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu dari Nabi صلى الله عليه وسلم berkata:

من تشبه بقوم فهو منهم

“Barangsiapa yang meniru-niru suatu kaum maka dia termasuk bagian dari mereka.” [HR Abu Daud (4031). Hadits hasan.]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata tentang hadits di atas: “Hadits ini paling minimal mengandung hukum haram, meskipun secara zhahirnya ia memberikan konsekuensi kafirnya orang yang menyerupai mereka.” Demikian dari Majmu’ Fatawa wa Rasail Syaikh Al ‘Utsaimin.

Wallahu a'lam bish shawab.

والحمد لله رب العالمين