بسم الله الرحمن الرحيم
Di antara adab yang diajarkan oleh Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم kepada kita adalah bertanya dan meminta penjelasan sebelum mengingkari kesalahan seseorang. Apabila kita melihat atau mendengar seseorang melakukan kemungkaran, maka sebaiknya kita bertanya terlebih dahulu kepadanya untuk meminta penjelasan tentang alasan dia melakukan perbuatan tersebut agar kita dapat memberikan nasehat yang tepat ataupun tindakan yang pantas kepadanya. Janganlah kita langsung memarahi atau menghukum sebelum kita mengetahui sebab dia melakukan hal tersebut karena dikhawatirkan kita akan menjatuhkan hukuman atau tidakan yang tidak tepat kepada dia sehingga kita menzhaliminya.
Hal ini, yaitu meminta penjelasan kepada orang yang melakukan kesalahan, sangat sering dilakukan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم semasa hidupnya. Berikut ini kami sebutkan beberapa peristiwa mengenai hal ini.
1. Kisah seorang sahabat yang tidak ikut shalat berjamaah.
Dari Imran ibnul Hushain radhiallahu ‘anhu, dia berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى رَجُلًا مُعْتَزِلًا لَمْ يُصَلِّ فِي الْقَوْمِ. فَقَالَ: يَا فُلَانُ، مَا مَنَعَكَ أَنْ تُصَلِّيَ فِي الْقَوْمِ؟ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَصَابَتْنِي جَنَابَةٌ وَلَا مَاءَ. قَالَ: عَلَيْكَ بِالصَّعِيدِ فَإِنَّهُ يَكْفِيكَ
“Bahwasanya Rasulullah صلى الله عليه وسلم melihat seorang lelaki duduk menyendiri di mesjid tidak ikut shalat bersama orang-orang lain. Beliau bertanya: “Wahai Fulan, apa yang menghalangimu untuk ikut shalat bersama orang-orang? Dia menjawab: “Wahai Rasulullah, aku sedang junub dan tidak ada air.” Beliau berkata: “Wajib atasmu (bertayammum) dengan tanah, sesungguhnya itu cukup bagimu.” [HR Al Bukhari (348) dan Muslim (682)]
Di dalam hadits ini diterangkan bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم tidak langsung memarahi sahabat yang tidak ikut shalat berjamaah. Akan tetapi beliau bertanya terlebih dahulu apa alasan dia melakukan hal tersebut sehingga beliau dapat memberikan nasehat yang tepat kepadanya.
2. Kisah Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu yang tidak hadir di majelis Nabi صلى الله عليه وسلم .
Di dalam sebuah hadits disebutkan:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقِيَهُ فِي بَعْضِ طَرِيقِ الْمَدِينَةِ وَهُوَ جُنُبٌ. فَانْخَنَسْتُ مِنْهُ. فَذَهَبَ فَاغْتَسَلَ ثُمَّ جَاءَ. فَقَالَ: أَيْنَ كُنْتَ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ؟ قَالَ: كُنْتُ جُنُبًا فَكَرِهْتُ أَنْ أُجَالِسَكَ وَأَنَا عَلَى غَيْرِ طَهَارَةٍ. فَقَالَ: سُبْحَانَ اللَّهِ، إِنَّ الْمُسْلِمَ لَا يَنْجُسُ
“Bahwasanya Nabi صلى الله عليه وسلم berjumpa dengannya (Abu Hurairah) di salah satu jalan kota Madinah dan dia sedang dalam keadaan junub. Abu Hurairah berkata: “Saya menghindar dari beliau.” Lalu dia pergi untuk mandi kemudian datang (ke majelis). Nabi bertanya: “Dari mana saja engkau wahai Abu Hurairah?” Dia menjawab: “Saya tadi sedang junub sehingga saya benci untuk duduk bersama anda dalam keadaan saya tidak suci.” Nabi berkata: “Subhanallah, sesungguhnya seorang muslim itu tidaklah najis.” [HR Al Bukhari (283) dan Muslim (371)]
Di dalam hadits ini diterangkan bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم tidak segera berburuk sangka kepada Abu Hurairah ketika menyadari bahwa dia tidak hadir di majelisnya. Akan tetapi beliau bertanya kepada Abu Hurairah meminta penjelasan mengenai sebab ketidakhadirannya itu.
3. Kisah Hathib bin Abi Balta’ah radhiallahu ‘anhu yang membocorkan rahasia perang kaum muslimin.
Pada suatu ketika, Rasulullah صلى الله عليه وسلم berencana untuk menyerang kota Mekkah yang saat itu masih dikuasai oleh kaum musyrikin. Rencana ini bersifat rahasia. Akan tetapi sayangnya, salah seorang sahabat di kota Madinah yang bernama Hathib bin Abi Balta’ah radhiallahu ‘anhu ternyata membocorkan rencana ini dengan mengirimkan surat pemberitahuan kepada kaum musyrikin Mekkah secara diam-diam melalui seorang utusan.
Perbuatan Hathib ini ternyata diketahui oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم melalui wahyu dari Allah ‘azza wa jalla. Lantas beliau mengirimkan tiga orang sahabat penunggang kuda untuk mengejar utusan yang membawa surat rahasia Hathib kepada kaum musyrikin Mekkah.
Setelah berhasil didapatkan, surat tersebut diserahkan kepada Nabi صلى الله عليه وسلم . Umar ibnul Khaththab radhiallahu ‘anhu berkata: “Wahai rasulullah, dia sungguh telah mengkhianati Allah, rasul-Nya, dan kaum mukminin, maka biarkanlah saya memenggal lehernya!”
Nabi صلى الله عليه وسلم bertanya kepada Hathib: “Apa yang mendorongmu untuk melakukan perbuatanmu ini?”
Hathib menjawab: “Wahai Rasulullah, janganlah anda tergesa-gesa (menjatuhkan hukuman) terhadap saya. Demi Allah, (saya melakukan ini) bukannya saya tidak beriman kepada Allah dan rasul-Nya صلى الله عليه وسلم . Saya adalah halif (pendatang) di suku Quraisy dan saya bukan dari suku asli. Saya ingin melalui kaum itu (musyrikin Mekkah) Allah melindungi keluarga dan harta saya. Sedangkan tidaklah salah seorang dari sahabat anda dari kalangan Muhajirin melainkan di sana ada keluarganya yang dengannya Allah melindungi keluarga dan hartanya. Saya tidak melakukan ini karena ingin keluar dari agama saya dan bukan pula karena ridha terhadap kekufuran setelah (memeluk) Islam.”
Nabi صلى الله عليه وسلم berkata: “Dia telah berkata jujur, maka janganlah kalian membicarakan dirinya melainkan dengan kebaikan.”
Kisah di atas kami rangkum dari beberapa hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari (3983 dan 4274) dan Imam Muslim (2494).
Di dalam hadits ini diterangkan bahwa ketika Nabi صلى الله عليه وسلم mengetahui perbuatan Hathib yang membocorkan rahasia penyerangan kaum muslimin ke kota Mekkah kepada kaum musyrikin, beliau tidak segera menjatuhkan hukuman pengkhianat kepada Hathib sebagaimana yang diinginkan oleh Umar. Akan tetapi beliau bertanya terlebih dahulu kepada Hathib alasan dia melakukan hal tersebut. Setelah mendengarkan penjelasan Hathib, akhirnya Nabi صلى الله عليه وسلم memaafkan perbuatannya.
4. Kisah Abu Qatadah radhiallahu ‘anhu yang tidak melakukan shalat Tahiyyatul Masjid.
Diriwayatkan dari Abu Qatadah radhiallahu ‘anhu, dia berkata:
دَخَلْتُ الْمَسْجِدَ وَرَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم جَالِسٌ بَيْنَ ظَهْرَانَيِ النّاسِ. قَالَ: فَجَلَسْتُ. فَقَالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم: مَا مَنَعَكَ أَنْ تَرْكَعَ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ تَجْلِسَ؟ قَالَ: فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللّهِ، رَأَيْتُكَ جَالِساً وَالنّاسُ جُلُوسٌ. قَالَ: فَإِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ، لاَ يَجْلِسْ حَتّى يَرْكَعَ رَكْعَتَيْنِ
“Saya masuk ke dalam mesjid dan Rasulullah صلى الله عليه وسلم sedang duduk di hadapan orang-orang. Lalu saya duduk. Lalu Rasulullah صلى الله عليه وسلم berkata (kepada saya): “Apa yang menghalangimu untuk shalat dua rakaat sebelum engkau duduk?” Saya menjawab: “Wahai Rasulullah, saya melihat anda sedang duduk dan orang-orang (juga) sedang duduk.” Nabi berkata: “Apabila salah seorang dari kalian masuk ke mesjid maka janganlah dia duduk sampai dia melaksanakan (shalat) dua rakaat.” [HR Muslim (714)]
Di dalam hadits ini Nabi صلى الله عليه وسلم tidak langsung menyalahkan Abu Qatadah yang dengan sengaja meninggalkan shalat Tahiyyatul Masjid. Akan tetapi beliau bertanya terlebih dahulu kepada Abu Qatadah tentang sebab dia tidak melakukan shalat tersebut.
Masih ada hadits-hadits lain yang berkenaan dengan hal ini, akan tetapi kami cukupkan sampai di sini.
وبالله التوفيق