بسم الله الرحمن الرحيم
Pertanyaan:
Saya ingin bertanya masalah puasa bagi ibu hamil dan menyusui. Sebagian ada yang berpendapat apabila ibu tidak sanggup untuk berpuasa maka boleh membayar fidyah saja tanpa perlu mengqadha puasa. Sebagian lagi mengatakan harus membayar fidyah dan mengqadha puasa. Mohon jawabannya. Terima kasih.
Jawaban:
Jawaban atas pertanyaan anda secara ringkas adalah sebagai berikut:
Masalah membayar denda (fidyah) bagi ibu hamil dan menyusui yang tidak sanggup untuk berpuasa merupakan masalah yang ulama banyak berselisih pendapat tentangnya. Sedikitnya ada lima pendapat ulama dalam masalah ini.
Dari kelima pendapat ini, yang paling kuat, insya Allah ta’ala, adalah pendapat yang mengatakan bahwa ibu hamil dan menyusui hanya mengqadha puasa dan tidak perlu membayar fidyah. Dalilnya adalah hadits Anas bin Malik Al Ka'bi radhiallahu 'anhu, bahwasanya Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَضَعَ لِلْمُسَافِرِ الصَّوْمَ وَشَطْرَ الصَّلَاةِ وَعَنْ الْحُبْلَى وَالْمُرْضِعِ
“Sesungguhnya Allah 'azza wa jalla telah meringankan (kewajiban) puasa dan setengah shalat bagi musafir, dan (telah meringankan kewajiban puasa) bagi wanita hamil dan menyusui.” [HR An Nasa`i (2314). Hadits shahih.]
Hadits ini menerangkan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala memberikan keringan bagi musafir untuk mengqashar shalat empat rakaat menajdi dua rakaat; serta memberikan keringan bagi musafir, wanita hamil, dan wanita menyusui untuk tidak berpuasa dan menggantinya di lain hari.
Hal ini disebabkan karena kondisi ibu hamil dan menyusui adalah seperti keadaan orang yang sakit sehingga tidak dikenakan kafarah apapun kecuali mengganti puasa. Allah ta'ala berfirman:
وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“dan barangsiapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu dia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari (yang ditinggalkannya itu) pada hari-hari yang lain.” [QS Al Baqarah: 185]
Adapun ayat yang dijadikan dasar bagi pendapat yang mengharuskan membayar fidyah:
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ
“dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) untuk membayar fidyah memberi makan seorang miskin.” [QS Al Baqarah: 184]
ayat ini telah terhapus (mansukh) dengan ayat yang setelahnya, yaitu ayat ke-185, sebagaimana tersebut di dalam hadits Salamah ibnul Akwa' radhiallahu 'anhu, dia berkata:
لَمَّا نَزَلَتْ {وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ} كَانَ مَنْ أَرَادَ أَنْ يُفْطِرَ وَيَفْتَدِيَ حَتَّى نَزَلَتْ الْآيَةُ الَّتِي بَعْدَهَا فَنَسَخَتْهَا
“Ketika turun ayat {وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ}, barangsiapa yang ingin berbuka (tidak berpuasa) dan membayar fidyah (maka dia hanya membayar fidyah). Sampai turunlah ayat yang setelahnya dan menghapusnya.” [HR Al Bukhari (4507) dan Muslim (1145)]
Dari Abdullah ibnu Umar radhiallahu 'anhu, dia membaca ayat { فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ } , lalu berkata:
هِيَ مَنْسُوخَةٌ
“Ayat ini mansukh (terhapus).” [HR Al Bukhari (1949)]
Pendapat ini, yaitu wanita hamil dan menyusui hanya wajib mengqadha puasa dan tidak perlu membayar fidyah adalah pendapat Al Hasan Al Bashri, An Nakha'i, 'Atha`, Az Zuhri, Adh Dhahhak, Al Auza'i, Rabi'ah, Ats Tsauri, Abu Hanifah, Al Laits, Ath Thabari, Abu Tsaur, dan Abu Ubaid. Pendapat ini juga didukung oleh Syaikh Ibnu Baz, Al Utsaimin, dan Al Wadi’i rahimahumullah. Ini juga pendapat Malik terhadap wanita menyusui dan Asy Syafi’i dalam salah satu pendapat beliau terhadap wanita hamil.
Wallahu a’lamu bish shawab.
والحمد لله رب العالمين
Sumber: Disadur dengan perubahan seperlunya dari Kitabush Shiyam karya Syaikh Muhammad bin Hizam Al Ibbi hafizhahullah ta’ala.