Bismillahirrahmanirrahim | Berkata Abdullah ibnu Abbas radhiallahu 'anhu: "Tidaklah datang kepada manusia suatu tahun yang baru melainkan mereka pasti akan membuat bid'ah baru dan mematikan sunnah sehingga hiduplah bid'ah dan matilah sunnah." Diriwayatkan oleh Ibnu Wadhdhah di dalam kitab Al Bida' wan Nahyu 'anha | Berkata Sufyan Ats Tsauri rahimahullahu ta'ala: "Bid'ah lebih disukai Iblis daripada maksiat karena maksiat akan ditaubati sedangkan bid'ah tidak akan ditaubati." Diriwayatkan oleh Al Baghawi di dalam kitab Syarhus Sunnah (1/216) | Berkata Sufyan bin Uyainah rahimahullahu ta'ala: "Barangsiapa yang rusak dari kalangan ulama kita maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan ulama Yahudi dan barangsiapa yang rusak dari kalangan ahli ibadah kita maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan ahli ibadah Nasrani." |

Hukum Mendatangi dan Bertanya kepada Dukun Sihir dan Peramal

بسم الله الرحمن الرحيم

Pada pembahasan Kitabut Tauhid bab ما جاء في الكهان ونحوهم (Pembahasan tentang dukun dan yang sejenisnya), Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah menerangkan bahwa ancaman tidak diterimanya shalat orang yang mendatangi dukun sihir atau peramal selama empat puluh hari sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits tidaklah berlaku secara mutlak. Hadits yang dimaksud di sini adalah hadits dari salah seorang istri Nabi Muhammad radhiallahu ‘anha, bahwasanya Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

من أتى عرافا فصدقه بما يقول لم يقبل له صلاة أربعين يوما

“Barangsiapa yang mendatangi peramal untuk menanyakannya tentang sesuatu, lalu dia mempercayainya, maka sholatnya tidak akan diterima selama empat puluh hari.” [HR Ahmad (4/68). Hadits shahih]. Silakan melihat pembahasannya di sini.

Beliau menyebutkan bahwa hukum mendatangi peramal dan yang semisalnya terbagi kepada beberapa macam:

Pertama: Mendatangi dukun atau peramal dengan tujuan sekedar untuk bertanya kepadanya. Ini hukumnya adalah haram meskipun dia tidak mempercayai ucapan dukun tadi. Dalilnya adalah hadits salah seorang istri Nabi Muhammad radhiallahu ‘anha, bahwasanya Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

من أتى عرافا فسأله عن شيء لم تقبل له صلاة أربعين ليلة.

“Barangsiapa yang mendatangi peramal lalu dia bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka sholatnya tidak akan diterima selama empat puluh malam.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam kitab Shahihnya nomor 2230 tanpa tambahan lafazh (فصدقه بما يقول = lalu membenarkan perkataannya) sebagaimana pada riwayat Ahmad di atas.

Kedua: Mendatangi dukun atau peramal untuk bertanya lalu mempercayai ucapannya. Perbuatan ini hukumnya adalah kufur, karena mempercayai bahwa dia mengetahui suatu perkara gaib adalah bentuk pendustaan terhadap Al Qur`an, di mana Allah ta’ala berfirman:

قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ

“Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah.” [QS An Naml: 65]

Ketiga: Mendatangi dukun atau peramal untuk mengujinya, apakah dia jujur ataukah berdusta. Bukan untuk mengambil ucapannya. Hal ini hukumnya tidak mengapa dan tidak termasuk ke dalam (larangan) hadits.

Nabi صلى الله عليه وسلم pernah bertanya kepada Ibnu Shayyad: “Apakah yang aku sembunyikan (di dalam hatiku) untukmu?” Ibnu Shayyad menjawab: “الدُّخ” Lalu Nabi berkata: “Hinalah engkau. Engkau takkan pernah mampu melampaui kadarmu.” [HR Al Bukhari (1354) dan Muslim (2924)].

Di sini Nabi صلى الله عليه وسلم bertanya kepadanya tentang sesuatu yang beliau sembunyikan di dalam hatinya dengan tujuan untuk mengujinya.

Keempat: Mendatangi dukun atau peramal untuk membongkar kelemahannya dan kedustaannya. Dia menantangnya dalam perkara-perkara yang dengannya bisa menampakkan kedustaan dan kelemahannya. Ini adalah suatu hal yang diinginkan (oleh syariat), dan terkadang bisa menjadi wajib hukumnya.

Demikianlah perincian tentang hukum mendatangi dan bertanya kepada dukun sihir , peramal, dan yang sejenisnya. Semoga bermanfaat.

Sumber: Disadur dengan perubahan seperlunya dari kitab Al Qaulul Mufid karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah.

والحمد لله رب العالمين