Bismillahirrahmanirrahim | Berkata Abdullah ibnu Abbas radhiallahu 'anhu: "Tidaklah datang kepada manusia suatu tahun yang baru melainkan mereka pasti akan membuat bid'ah baru dan mematikan sunnah sehingga hiduplah bid'ah dan matilah sunnah." Diriwayatkan oleh Ibnu Wadhdhah di dalam kitab Al Bida' wan Nahyu 'anha | Berkata Sufyan Ats Tsauri rahimahullahu ta'ala: "Bid'ah lebih disukai Iblis daripada maksiat karena maksiat akan ditaubati sedangkan bid'ah tidak akan ditaubati." Diriwayatkan oleh Al Baghawi di dalam kitab Syarhus Sunnah (1/216) | Berkata Sufyan bin Uyainah rahimahullahu ta'ala: "Barangsiapa yang rusak dari kalangan ulama kita maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan ulama Yahudi dan barangsiapa yang rusak dari kalangan ahli ibadah kita maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan ahli ibadah Nasrani." |

Hukum Memakai Jimat

بسم الله الرحمن الرحيم

Sebagian dari kita pernah pernah melihat seseorang memakai gelang di tangan atau kaki, atau menggantungkan sesuatu bungkusan di leher atau di tempat lain seperti di sudut rumah atau kendaraan. Benda-benda ini mereka namakan dengan jimat. Tujuan mereka adalah agar mendapatkan keselamatan dan terhindar dari marabahaya tertentu.

Perbuatan ini diharamkan di dalam Islam dan bahkan bisa sampai kepada derajat kesyirikan karena telah menjadikan sesuatu selain Allah sebagai tempat sandaran tawakkal dan meyakini benda tersebut mampu mendatangkan kebaikan atau menolak bahaya padahal tidak demikian halnya. Tidak ada yang bisa mendatangkan manfaat atau menolak bahaya dari kita melainkan hanya Allah ta’ala semata.

Dalil atas permasalahan ini di antaranya adalah firman Allah ta’ala:

قُلْ أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ أَرَادَنِيَ اللَّهُ بِضُرٍّ هَلْ هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ أَوْ أَرَادَنِي بِرَحْمَةٍ هَلْ هُنَّ مُمْسِكَاتُ رَحْمَتِهِ قُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُونَ

“Katakanlah: Terangkanlah kepadaku tentang apa yang kalian seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, maka apakah mereka itu dapat menghilangkan kemudharatan itu? Atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, maka apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya? Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku". Hanya kepada-Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri.” [QS Az Zumar: 38]

Di dalam sebuah hadits Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

من علق تميمة فقد أشرك

“Barangsiapa yang menggantung/memakai jimat maka dia telah berbuat syirik.” [HR Ahmad (4/156) dari Uqbah bin Amir. Hadits shahih]

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah صلى الله عليه وسلم  bersabda:

إن الرقى والتمائم والتولة شرك

“Sesungguhnya ruqyah (yang berisi doa terhadap selain Allah), jimat, dan pelet pengasih adalah syirik.” [HR Al Hakim (4/217) dan yang lainnya. Hadits shahih]

Berkaitan dengan orang yang memakai atau memasang jimat, maka di sini hukumnya tergantung kepada dua keadaan:

1. Apabila orang yang memakainya atau memasangnya meyakini bahwa jimat itu sendirilah yang mampu untuk mendatangkan manfaat atau menolak bahaya, maka pelakunya dihukumi sebagai seorang musyrik dengan kesyirikan yang terbesar (syirik akbar) dan dia telah keluar dari agama Islam.

Sebabnya adalah karena dengan keyakinannya seperti ini, berarti dia telah meyakini bahwa jimat tersebut mampu memberikan manfaat atau menolak marabahaya tanpa izin dan kehendak dari Allah ta’ala. Ini adalah syirik dalam tauhid Rububiyyah.

2. Apabila orang yang memakainya atau memasangnya meyakini bahwa jimat itu hanyalah sebagai sebab (perantara) datangnya kebaikan atau hilangnya keburukan, dan dia meyakini bahwa Allah-lah yang sebenarnya mendatangkan manfaat atau menolak bahaya itu, maka di sini pelakunya dihukumi telah melakukan syirik kecil (syirik ashghar).

Sebabnya adalah karena barangsiapa yang meyakini sesuatu hal yang bukan sebagai sebab sebagai suatu sebab, maka di sini dia telah terjatuh kepada syirik kecil karena dia telah menyaingi Allah di dalam menghukumi suatu hal tersebut sebagai sebab, padahal Allah ta’ala tidak pernah menjadikan hal itu sebagai sebab.

Demikian perincian yang disebutkan oleh Syaikh Muhammad Al ‘Utsaimin rahimahullah di dalam kitab Al Qaulul Mufid (1/165).

والحمد لله رب العالمين

Sumber: Disadur dengan perubahan seperlunya dari kitab Kitabut Tauhid karya Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab An Najdi rahimahullah dengan tahqiq dari Radman bin Ahmad Al Hubaisyi.