بسم الله الرحمن الرحيم
Telah beredar sebuah SMS dalam tiga hari ini (pada bulan Sya'ban) dari sumber yang tidak dikenal. Pesan itu berisi anjuran untuk menyebarkan anjuran untuk berpuasa pada pertengahan bulan Sya’ban (Nisfu Sya’ban). Namun, apakah benar yang disampaikan oleh orang tak dikenal itu? Mari kita kembalikan hal ini kepada hukum Allah dan Rasul-Nya.
Allah ta’ala berfirman:
“Perkara apa yang kalian perselisihkan tentangnya, maka hukumnya adalah kepada Allah.” [QS Asy Syura: 10]
Allah ta’ala berfirman:
“Apa saja yang dibawa oleh Rasul kepada kalian maka ambillah, dan apa yang dilarang oleh beliau maka tinggalkanlah.” [QS Al Hasyr: 7]
Teman-teman, ketahuilah bahwasanya hadits yang menganjurkan/memerintahkan kita untuk berpuasa dan melakukan shalat Nishfu Sya’ban adalah hadits palsu!
Hadits tersebut adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah (1388) dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
“Apabila telah datang malam pertengahan dari bulan Sya’ban, lakukanlah sholat pada malam harinya dan berpuasalah pada siang harinya. Sesungguhnya Allah turun pada hari tersebut ke langit dunia ketika matahari terbenam dan berkata: ‘Tidak adakah orang yang memohon ampun kepada-Ku agar Aku ampuni? Tidak adakah orang yang meminta rezeki kepada-Ku agar Aku beri dia rezeki? Tidak adakah orang yang sedang terkena bala agar Aku selamatkan? Tidak adakah orang yang begini dan begini …?’ Sampai terbit fajar.”
Hadits ini sangat lemah atau palsu, di dalamnya terdapat seorang perawi yang bernama Ibnu Abi Busrah. Imam Ahmad bin Hanbal dan Yahya bin Ma’in mengatakan bahwa dia memalsukan hadits.
Hadits lainnya yang menjadi landasan pelaksanaan ibadah Nishfu Sya’ban adalah hadits berikut:
"Dari Aisyah radhiallahu ‘anha berkata: Rasulullah صلى الله عليه وسلم bangun malam untuk melakukan shalat. Beliau memperlama sujud, sehingga saya menyangka beliau telah diambil. Ketika saya memperhatikan hal itu maka saya gerakkan telunjuk beliau dan ternyata masih bergerak. Ketika beliau mengangkat kepalanya dari sujud dan selesai dari shalatnya, beliau berkata: “Wahai Asiyah -atau wahai Humaira’-, apakah kamu menyangka bahwa Rasulullah tidak memberikan hakmu kepadamu?”Saya menjawab, “Demi Allah tidak demikian wahai Rasulullah, namun saya menyangka bahwa Anda telah dipanggil Allah karena sujud Anda lama sekali.” Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Tahukah kamu malam apa ini?” Aku menjawab, “Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau bersabda, “Ini adalah malam Nisfu Sya’ban. Sesungguhnya Allah muncul kepada hamba-hamba-Nya di malam Nisfu Sya’ban lalu mengampuni orang yang minta ampun, mengasihi orang yang minta dikasihi, namun menunda bagi orang yang dengki sebagaimana perilaku mereka.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Al Baihaqi di dalam kitab “Syu’abul Iman” nomor (3554) dari jalur Al ‘Ala` ibnul Harits dari Aisyah. Jalur ini terputus karena Al ‘Ala` tidak bertemu dengan Aisyah. Al Baihaqi berkata: “Dalam perkara ini telah diriwayatkan beberapa hadits yang munkar yang perawinya adalah orang-orang yang tidak dikenal.”
Hadits lainnya adalah dari Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwasanya Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
“Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla turun pada malam Nishfu Sya’ban ke langit dunia lalu mengampuni (hamba-hamba-Nya) sebanyak lebih dari jumlah bulu domba suku Kalb.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam At Tirmidzi (739) dengan sanad yang lemah. Sebab kelemahannya adalah:
a. Al Hajjaj bin Arthaah adalah seorang perawi yang lemah.
b. Al Hajjaj bin Arthaah tidak mendengar dari Yahya bin Abi Katsir.
c. Yahya bin Abi Katsir tidak mendengar dari Urwah ibnu Az Zubair.
Apabila telah jelas bahwasanya hadits tentang masalah ini sangat lemah atau palsu, maka hukum shalat malam dan puasa Nisfu Sya’ban adalah bid'ah dan bukan sunnah karena tidak diamalkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuknya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Telah beredar sebuah SMS dalam tiga hari ini (pada bulan Sya'ban) dari sumber yang tidak dikenal. Pesan itu berisi anjuran untuk menyebarkan anjuran untuk berpuasa pada pertengahan bulan Sya’ban (Nisfu Sya’ban). Namun, apakah benar yang disampaikan oleh orang tak dikenal itu? Mari kita kembalikan hal ini kepada hukum Allah dan Rasul-Nya.
Allah ta’ala berfirman:
وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِنْ
شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ
“Perkara apa yang kalian perselisihkan tentangnya, maka hukumnya adalah kepada Allah.” [QS Asy Syura: 10]
Allah ta’ala berfirman:
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ
فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
“Apa saja yang dibawa oleh Rasul kepada kalian maka ambillah, dan apa yang dilarang oleh beliau maka tinggalkanlah.” [QS Al Hasyr: 7]
Teman-teman, ketahuilah bahwasanya hadits yang menganjurkan/memerintahkan kita untuk berpuasa dan melakukan shalat Nishfu Sya’ban adalah hadits palsu!
Hadits tersebut adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah (1388) dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
إذا كانت ليلة النصف من شعبان فقوموا ليلها وصوموا
نهارها, فإن الله ينزل فيها لغروب الشمس إلى
سماء الدنيا. فيقول: ألا من مستغفر لي فأغفر له, ألا من مسترزق فأرزقه, ألا مبتلى
فأعافيه, ألا كذا ألا كذا, حتى يطلع الفجر
“Apabila telah datang malam pertengahan dari bulan Sya’ban, lakukanlah sholat pada malam harinya dan berpuasalah pada siang harinya. Sesungguhnya Allah turun pada hari tersebut ke langit dunia ketika matahari terbenam dan berkata: ‘Tidak adakah orang yang memohon ampun kepada-Ku agar Aku ampuni? Tidak adakah orang yang meminta rezeki kepada-Ku agar Aku beri dia rezeki? Tidak adakah orang yang sedang terkena bala agar Aku selamatkan? Tidak adakah orang yang begini dan begini …?’ Sampai terbit fajar.”
Hadits ini sangat lemah atau palsu, di dalamnya terdapat seorang perawi yang bernama Ibnu Abi Busrah. Imam Ahmad bin Hanbal dan Yahya bin Ma’in mengatakan bahwa dia memalsukan hadits.
Hadits lainnya yang menjadi landasan pelaksanaan ibadah Nishfu Sya’ban adalah hadits berikut:
عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: قَامَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ اللَّيْلِ يُصَلِّي
فَأَطَالَ السُّجُودَ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ قَدْ قُبِضَ، فَلَمَّا رَأَيْتُ
ذَلِكَ قُمْتُ حَتَّى حَرَّكْتُ إِبْهَامَهُ فَتَحَرَّكَ، فَرَجَعْتُ، فَلَمَّا
رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ السُّجُودِ، وَفَرَغَ مِنْ صَلَاتِهِ، قَالَ: يَا عَائِشَةُ
أَوْ يَا حُمَيْرَاءُ ظَنَنْتِ أَنَّ النَّبِيَّ خَاسَ بِكِ؟ ، قُلْتُ: لَا
وَاللهِ يَا رَسُولَ اللهِ وَلَكِنِّي ظَنَنْتُ أَنَّكَ قُبِضْتَ لِطُولِ
سُجُودِكَ، فَقَالَ: أَتَدْرِينَ أَيَّ لَيْلَةٍ هَذِهِ ؟، قُلْتُ: اللهُ
وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: هَذِهِ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، إِنَّ
اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَطْلُعُ عَلَى عِبَادِهِ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ
شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِلْمُسْتَغْفِرِينَ، وَيَرْحَمُ الْمُسْتَرْحِمِينَ،
وَيُؤَخِّرُ أَهْلَ الْحِقْدِ كَمَا هُمْ
"Dari Aisyah radhiallahu ‘anha berkata: Rasulullah صلى الله عليه وسلم bangun malam untuk melakukan shalat. Beliau memperlama sujud, sehingga saya menyangka beliau telah diambil. Ketika saya memperhatikan hal itu maka saya gerakkan telunjuk beliau dan ternyata masih bergerak. Ketika beliau mengangkat kepalanya dari sujud dan selesai dari shalatnya, beliau berkata: “Wahai Asiyah -atau wahai Humaira’-, apakah kamu menyangka bahwa Rasulullah tidak memberikan hakmu kepadamu?”Saya menjawab, “Demi Allah tidak demikian wahai Rasulullah, namun saya menyangka bahwa Anda telah dipanggil Allah karena sujud Anda lama sekali.” Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Tahukah kamu malam apa ini?” Aku menjawab, “Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau bersabda, “Ini adalah malam Nisfu Sya’ban. Sesungguhnya Allah muncul kepada hamba-hamba-Nya di malam Nisfu Sya’ban lalu mengampuni orang yang minta ampun, mengasihi orang yang minta dikasihi, namun menunda bagi orang yang dengki sebagaimana perilaku mereka.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Al Baihaqi di dalam kitab “Syu’abul Iman” nomor (3554) dari jalur Al ‘Ala` ibnul Harits dari Aisyah. Jalur ini terputus karena Al ‘Ala` tidak bertemu dengan Aisyah. Al Baihaqi berkata: “Dalam perkara ini telah diriwayatkan beberapa hadits yang munkar yang perawinya adalah orang-orang yang tidak dikenal.”
Hadits lainnya adalah dari Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwasanya Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
إن الله عز وجل ينزل ليلة النصف
من شعبان إلى السماء الدنيا فيفغر لأكثر من عدد شعر غنم كلب
“Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla turun pada malam Nishfu Sya’ban ke langit dunia lalu mengampuni (hamba-hamba-Nya) sebanyak lebih dari jumlah bulu domba suku Kalb.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam At Tirmidzi (739) dengan sanad yang lemah. Sebab kelemahannya adalah:
a. Al Hajjaj bin Arthaah adalah seorang perawi yang lemah.
b. Al Hajjaj bin Arthaah tidak mendengar dari Yahya bin Abi Katsir.
c. Yahya bin Abi Katsir tidak mendengar dari Urwah ibnu Az Zubair.
Apabila telah jelas bahwasanya hadits tentang masalah ini sangat lemah atau palsu, maka hukum shalat malam dan puasa Nisfu Sya’ban adalah bid'ah dan bukan sunnah karena tidak diamalkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuknya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
وبالله التوفيق