بسم الله الرحمن الرحيم
Kita akan membahas kali ini beberapa permasalahan mengenai iman. Perlu bagi kita untuk mengetahui apakah yang dimaksud dengan iman. Iman adalah pengucapan dengan lisan, meyakini dengan hati, dan mengamalkan dengan anggota tubuh. Iman bisa bertambah kekuatannya dengan melakukan ketaatan dan bisa berkurang dengan melakukan kemaksiatan.
1. Dalil bahwasanya iman itu harus diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan anggota tubuh adalah hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
“Iman itu terdiri dari enam puluh sekian cabang. Cabang yang paling utama adalah ucapan “Laa ilaha illallah” dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Sifat malu adalah salah satu dari cabang-cabangnya iman.” [HR Al Bukhari (9) dan Muslim (35)]
Hadits ini mengandung contoh iman yang harus diucapkan dengan lisan yaitu ucapan syahadat “Laa ilaha illallah”. Menyingkirkan gangguan dari jalan adalah contoh perbuatan dengan tangan, dan sifat malu dari berbuat dosa adalah contoh dari perbuatan dengan hati.
2. Dalil bahwasanya iman itu harus diyakini di dalam hati di antaranya adalah:
a. Firman Allah ta’ala:
“Bertawakkallah kalian hanya kepada Allah saja, jika kalian adalah benar-benar orang yang beriman.” [QS Al Maidah: 23]
Di dalam ayat ini Allah menjadikan syarat kesempurnaan iman seorang mukmin adalah dengan bertawakkal hanya kepada Allah semata, dan tawakkal adalah amalan hati.
b. Hadits Umar bin Al Khaththab radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah صلى الله عليه وسلم ketika ditanya oleh malaikat Jibril ‘alaihis salam mengenai iman beliau menjawab:
“(Iman adalah) engkau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari kiamat, dan engkau beriman kepada takdir yang baik dan yang buruk.” Lalu Jibril berkata: “Anda benar.” [HR Muslim (8)]
Hadits ini menyebutkan perkara-perkara yang harus diyakini oleh seorang muslim di dalam hatinya.
3. Dalil yang menunjukkan bahwasanya iman itu bisa bertambah kuat dengan melakukan ketaatan dan amal shalih di antaranya adalah sebagai berikut.
a. Firman Allah ta’ala:
“Sesungguhnya orang yang beriman itu apabila disebutkan nama Allah maka bergetarlah hati-hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah keimanan mereka. Hanya kepada Rabb mereka sajalah mereka bertawakkal. ” [QS Al Anfal: 2]
b. Firman Allah ta’ala:
“Dialah (Allah) yang telah menurunkan ketenangan di dalam hati-hati kaum mukminin agar keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada sebelumnya).” [QS Al Fath: 4]
Ayat-ayat di atas jelas menyebutkan bahwasanya iman seseorang itu bisa bertambah kuat.
4. Dalil yang menunjukkan bahwasanya iman itu bisa berkurang kekuatannya apabila melakukan kemaksiatan adalah:
a. Segala dalil yang menunjukkan akan pertambahan iman karena iman itu sebelum bertambah kuat tentunya lemah dan sedikit.
Imam Al Bukhari di dalam kitab Shahihnya, pada Kitabul Iman, bab ke-32, berkata: “Apabila dia meninggalkan sesuatu yang sempurna maka dia dinamakan kurang (tidak sempurna).”
b. Hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
“Iman itu terdiri dari tujuh puluh atau enam puluh sekian cabang. Cabang yang paling utama adalah ucapan “Laa ilaha illallah” dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Sifat malu adalah salah satu dari cabang-cabangnya iman.” [HR Al Bukhari (9) dan Muslim (35)]
Hadits ini menunjukkan bahwa iman itu bertingkat-tingkat. Semakin tinggi tingkatannya semakin tinggi keutamaannya, dan semakin rendah tingkatannya semakin kurang pula keutamaannya bila dibandingkan dengan yang di atasnya.
c. Hadits Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
“Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemungkaran maka hendaklah dia ubah dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka (ubahlah) dengan lisannya. Jika tidak mampu, maka (ingkarilah) dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya iman.” [HR Muslim (49)]
Hadits ini juga menunjukkan akan tingkatan iman dalam masalah amar ma'ruf dan nahi munkar.
Sumber: Disadur dengan perubahan seperlunya dari kitab Al Mabadi`ul Mufidah karya Syeikh Yahya bin Ali Al Hajuri hafizhahullah.
Kita akan membahas kali ini beberapa permasalahan mengenai iman. Perlu bagi kita untuk mengetahui apakah yang dimaksud dengan iman. Iman adalah pengucapan dengan lisan, meyakini dengan hati, dan mengamalkan dengan anggota tubuh. Iman bisa bertambah kekuatannya dengan melakukan ketaatan dan bisa berkurang dengan melakukan kemaksiatan.
1. Dalil bahwasanya iman itu harus diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan anggota tubuh adalah hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
الإيمان بضع وستون شعبة فأفضلها قول لا
إله إلا الله وأدناها إماطة الأذى عن الطريق والحياء شعبة من الإيمان
“Iman itu terdiri dari enam puluh sekian cabang. Cabang yang paling utama adalah ucapan “Laa ilaha illallah” dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Sifat malu adalah salah satu dari cabang-cabangnya iman.” [HR Al Bukhari (9) dan Muslim (35)]
Hadits ini mengandung contoh iman yang harus diucapkan dengan lisan yaitu ucapan syahadat “Laa ilaha illallah”. Menyingkirkan gangguan dari jalan adalah contoh perbuatan dengan tangan, dan sifat malu dari berbuat dosa adalah contoh dari perbuatan dengan hati.
2. Dalil bahwasanya iman itu harus diyakini di dalam hati di antaranya adalah:
a. Firman Allah ta’ala:
وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا
إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Bertawakkallah kalian hanya kepada Allah saja, jika kalian adalah benar-benar orang yang beriman.” [QS Al Maidah: 23]
Di dalam ayat ini Allah menjadikan syarat kesempurnaan iman seorang mukmin adalah dengan bertawakkal hanya kepada Allah semata, dan tawakkal adalah amalan hati.
b. Hadits Umar bin Al Khaththab radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah صلى الله عليه وسلم ketika ditanya oleh malaikat Jibril ‘alaihis salam mengenai iman beliau menjawab:
أن تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر
وتؤمن بالقدر خيره وشره قال صدقت
“(Iman adalah) engkau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari kiamat, dan engkau beriman kepada takdir yang baik dan yang buruk.” Lalu Jibril berkata: “Anda benar.” [HR Muslim (8)]
Hadits ini menyebutkan perkara-perkara yang harus diyakini oleh seorang muslim di dalam hatinya.
3. Dalil yang menunjukkan bahwasanya iman itu bisa bertambah kuat dengan melakukan ketaatan dan amal shalih di antaranya adalah sebagai berikut.
a. Firman Allah ta’ala:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ
الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ
آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Sesungguhnya orang yang beriman itu apabila disebutkan nama Allah maka bergetarlah hati-hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah keimanan mereka. Hanya kepada Rabb mereka sajalah mereka bertawakkal. ” [QS Al Anfal: 2]
b. Firman Allah ta’ala:
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ
السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ
إِيمَانِهِمْ
“Dialah (Allah) yang telah menurunkan ketenangan di dalam hati-hati kaum mukminin agar keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada sebelumnya).” [QS Al Fath: 4]
Ayat-ayat di atas jelas menyebutkan bahwasanya iman seseorang itu bisa bertambah kuat.
4. Dalil yang menunjukkan bahwasanya iman itu bisa berkurang kekuatannya apabila melakukan kemaksiatan adalah:
a. Segala dalil yang menunjukkan akan pertambahan iman karena iman itu sebelum bertambah kuat tentunya lemah dan sedikit.
Imam Al Bukhari di dalam kitab Shahihnya, pada Kitabul Iman, bab ke-32, berkata: “Apabila dia meninggalkan sesuatu yang sempurna maka dia dinamakan kurang (tidak sempurna).”
b. Hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
الإيمان بضع وستون شعبة فأفضلها
قول لا إله إلا الله وأدناها إماطة الأذى عن الطريق والحياء شعبة من الإيمان
“Iman itu terdiri dari tujuh puluh atau enam puluh sekian cabang. Cabang yang paling utama adalah ucapan “Laa ilaha illallah” dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Sifat malu adalah salah satu dari cabang-cabangnya iman.” [HR Al Bukhari (9) dan Muslim (35)]
Hadits ini menunjukkan bahwa iman itu bertingkat-tingkat. Semakin tinggi tingkatannya semakin tinggi keutamaannya, dan semakin rendah tingkatannya semakin kurang pula keutamaannya bila dibandingkan dengan yang di atasnya.
c. Hadits Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
من رأى منكم منكرا فليغيره
بيده فإن لم يستطع فبلسانه ومن لم يستطع فبقلبه وذلك أضعف الإيمان
“Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemungkaran maka hendaklah dia ubah dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka (ubahlah) dengan lisannya. Jika tidak mampu, maka (ingkarilah) dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya iman.” [HR Muslim (49)]
Hadits ini juga menunjukkan akan tingkatan iman dalam masalah amar ma'ruf dan nahi munkar.
والحمد لله رب العالمين
Sumber: Disadur dengan perubahan seperlunya dari kitab Al Mabadi`ul Mufidah karya Syeikh Yahya bin Ali Al Hajuri hafizhahullah.