بسم الله الرحمن الرحيم
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: Allah ‘azza wa jalla berkata:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ
“Seluruh amalan anak keturunan Adam adalah untuknya kecuali puasa, sesungguhnya ia untuk-Ku dan Akulah yang akan membalasnya.”
Hadits qudsi ini diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari (1904) dan Muslim (1151).
Mari kita melihat makna hadits yang agung ini. Syekh Shalih bin Fauzan Al Fauzan -semoga Allah menjaganya- menerangkan makna hadits ini sebagai berikut:
Hadits ini mengandung keutamaan puasa dan kelebihannya dibandingkan amalan yang lainnya dan Allah mengkhususkannya untuk diri-Nya daripada seluruh amalan hamba-hamba-Nya. Para ulama telah menjawab hadits (الصوم لي وأنا أجزي به) dengan beberapa jawaban.
Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa makna perkataan Allah ta’ala (الصوم لي وأنا أجزي به) adalah sesungguhnya amalan anak keturunan Adam terkadang terjadi padanya qishash (pembalasan) antara dirinya dan orang yang terzhalimi. Orang-orang yang terzhalimi menuntut balasan darinya pada hari kiamat dengan mengambil sesuatu dari amalan dan kebaikannya. Kecuali puasa, sesungguhnya ia tidak diambil untuk orang-orang yang terzholimi pada hari kiamat, namun Allah ‘azza wa jalla menyimpan pahala amalan itu untuk pelakunya sebagai balasan untuknya. Hal ini ditunjukkan oleh sabda Nabi صلى الله عليه وسلم :
كل عمل ابن آدم له كفارة إلا الصوم فإنه لي وأنا أجزي به
“Seluruh amalan anak keturunan Adam adalah kafarah untuknya kecuali puasa, sesungguhnya ia untuk-Ku dan Aku akan membalasnya dengan itu.” [HR Ahmad (10026). Hadits shahih]
Ada pula yang mengatakan bahwa makna perkataan Allah (الصوم لي وأنا أجزي به) adalah bahwasanya puasa itu adalah amalan batin tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah subhanahu wa ta’ala, berbeda dengan amalan-amalan lainnya yang tampak dan dilihat oleh manusia. Adapun puasa sesungguhnya ia merupakan amalan rahasia antara hamba dan Rabbnya ‘azza wa jalla. Berbeda dengan, misalnya, sedekah, shalat, haji, dan amalan-amalan zhahir lainnya, ia bisaa dilihat oleh manusia. Adapun puasa maka ia tidak dapat dilihat orang, karena bukanlah makna puasa itu sekedar meninggalkan makanan dan minuman saja atau meninggalkan hal-hal yang membatalkan lainnya, tetapi ia juga harus ikhlas bagi Allah ‘azza wa jalla, dan hal ini (keikhlasan) tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah subhanahu wa ta’ala saja.
Di antara ulama ada pula yang mengatakan makna perkataan Allah ta’ala (الصوم لي وأنا أجزي به) adalah bahwasanya puasa tidak dimasuki oleh kesyirikan, berbeda dengan amalan-amalan lainnya. Sesungguhnya kaum musyrikin melakukan amalan-amalan tersebut untuk sesembahan mereka, seperti menyembelih hewan, bernazar, dan jenis-jenis ibadah yang lainnya. Begitu pula doa, rasa takut, dan rasa harap. Sesungguhnya banyak dari kaum musyrikin mendekatkan diri mereka kepada berhala dan sesembahan mereka dengan hal-hal seperti ini. Berbeda dengan puasa, sesungguhnya ia khusus hanya bagi Allah ‘azza wa jalla. Atas dasar ini, maka makna perkataan Allah (الصوم لي وأنا أجزي به) adalah puasa itu tidak dimasuki kesyirikan karena kaum musyrikin tidak pernah mendekatkan diri-diri mereka kepada berhala-berhala mereka dengan berpuasa. Sesungguhnya puasa hanya digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah ‘azza wa jalla saja.
Sumber: Fatwa Syekh Shalih bin Fauzan Al Fauzan (4/72-73) dengan perubahan seperlunya tanpa merubah makna.
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ
Hadits qudsi ini diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari (1904) dan Muslim (1151).
Mari kita melihat makna hadits yang agung ini. Syekh Shalih bin Fauzan Al Fauzan -semoga Allah menjaganya- menerangkan makna hadits ini sebagai berikut:
Hadits ini mengandung keutamaan puasa dan kelebihannya dibandingkan amalan yang lainnya dan Allah mengkhususkannya untuk diri-Nya daripada seluruh amalan hamba-hamba-Nya. Para ulama telah menjawab hadits (الصوم لي وأنا أجزي به) dengan beberapa jawaban.
Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa makna perkataan Allah ta’ala (الصوم لي وأنا أجزي به) adalah sesungguhnya amalan anak keturunan Adam terkadang terjadi padanya qishash (pembalasan) antara dirinya dan orang yang terzhalimi. Orang-orang yang terzhalimi menuntut balasan darinya pada hari kiamat dengan mengambil sesuatu dari amalan dan kebaikannya. Kecuali puasa, sesungguhnya ia tidak diambil untuk orang-orang yang terzholimi pada hari kiamat, namun Allah ‘azza wa jalla menyimpan pahala amalan itu untuk pelakunya sebagai balasan untuknya. Hal ini ditunjukkan oleh sabda Nabi صلى الله عليه وسلم :
كل عمل ابن آدم له كفارة إلا الصوم فإنه لي وأنا أجزي به
Ada pula yang mengatakan bahwa makna perkataan Allah (الصوم لي وأنا أجزي به) adalah bahwasanya puasa itu adalah amalan batin tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah subhanahu wa ta’ala, berbeda dengan amalan-amalan lainnya yang tampak dan dilihat oleh manusia. Adapun puasa sesungguhnya ia merupakan amalan rahasia antara hamba dan Rabbnya ‘azza wa jalla. Berbeda dengan, misalnya, sedekah, shalat, haji, dan amalan-amalan zhahir lainnya, ia bisaa dilihat oleh manusia. Adapun puasa maka ia tidak dapat dilihat orang, karena bukanlah makna puasa itu sekedar meninggalkan makanan dan minuman saja atau meninggalkan hal-hal yang membatalkan lainnya, tetapi ia juga harus ikhlas bagi Allah ‘azza wa jalla, dan hal ini (keikhlasan) tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah subhanahu wa ta’ala saja.
Di antara ulama ada pula yang mengatakan makna perkataan Allah ta’ala (الصوم لي وأنا أجزي به) adalah bahwasanya puasa tidak dimasuki oleh kesyirikan, berbeda dengan amalan-amalan lainnya. Sesungguhnya kaum musyrikin melakukan amalan-amalan tersebut untuk sesembahan mereka, seperti menyembelih hewan, bernazar, dan jenis-jenis ibadah yang lainnya. Begitu pula doa, rasa takut, dan rasa harap. Sesungguhnya banyak dari kaum musyrikin mendekatkan diri mereka kepada berhala dan sesembahan mereka dengan hal-hal seperti ini. Berbeda dengan puasa, sesungguhnya ia khusus hanya bagi Allah ‘azza wa jalla. Atas dasar ini, maka makna perkataan Allah (الصوم لي وأنا أجزي به) adalah puasa itu tidak dimasuki kesyirikan karena kaum musyrikin tidak pernah mendekatkan diri-diri mereka kepada berhala-berhala mereka dengan berpuasa. Sesungguhnya puasa hanya digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah ‘azza wa jalla saja.
والحمد لله رب العالمين