بسم الله الرحمن الرحيم
Di antara adab yang diajarkan oleh syariat kepada kita ketika ditanya tentang suatu perkara yang dia tidak mengetahuinya adalah mengucapkan jawaban “Allahu a’lam” (Allah lebih mengetahuinya) ataupun dengan jawaban “saya tidak tahu”. Janganlah seseorang itu mencoba-coba untuk menjawab dan menjelaskan tentang perkara yang tidak diketahuinya. Janganlah pula dia merasa enggan dan malu untuk mengakui bahwasanya dia tidak mengetahui jawaban atas perkara yang ditanyakan dengan mengatakan “saya tidak tahu”.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Janganlah kamu mengatakan apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungan jawabnya.” [QS Al Isra`: 36]
Di dalam ayat yang lain:
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الفواحش مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ والإثم والبغي بِغَيْرِ الحق وَأَن تُشْرِكُواْ بالله مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَاناً وَأَن تَقُولُواْ عَلَى الله مَا لاَ تَعْلَمُونَ
“Katakanlah: “Sesungguhnya Rabbku mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu, dan berkata terhadap Allah apa yang tidak kalian ketahui.” [QS Al A’raf: 33]
Di dalam ayat lain:
“Maka siapakah yang lebih zhalim daripada orang-orang yang membuat-buat kedustaan terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan? Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.” [QS Al An’am: 144]
Di dalam ayat yang lain:
“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan persangkaan (kecurigaan), karena sebagian dari persangkaan itu dosa.” [QS Al Hujurat: 12]
Di dalam ayat yang lain:
“Mereka tidaklah mempunyai sesuatu pengetahuanpun tentang itu. Mereka itu tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan, sedangkan persangkaan itu sesungguhnya tiada berfaidah sedikitpun terhadap kebenaran.” [QS An Najm: 28]
Penggunaan kalimat “Allahu a’lam” pun adalah merupakan kebiasaan yang diucapkan oleh para sahabat Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم . Hal ini sangatlah banyak disebutkan di dalam kitab-kitab hadits yang disusun oleh para ulama ahli hadits.
Janganlah dikira bahwasanya orang yang mengatakan tidak tahu itu adalah suatu kehinaan, bahkan sebaliknya ia adalah suatu kemuliaan baginya karena dia telah berkata jujur dan bersikap wara’ (berhati-hati) terutama terhadap yang berkaitan dengan masalah-masalah agama.
Imam Malik rahimahullah pernah ditanya tentang empat puluh masalah agama oleh seseorang yang datang dari daerah yang jauh. Beliau hanya menjawab empat pertanyaan saja, sedangkan sisanya beliau hanya menjawab dengan ucapan “saya tidak tahu”. Si penanya pun menjadi kesal dan berkata: “Saya telah jauh-jauh datang kepada anda untuk menanyakan berbagai permasalahan, lalu anda hanya menjawab dengan “saya tidak tahu”? Imam Malik berkomentar: “Naikilah kendaraanmu dan kembalilah ke negeri asalmu, lalu sampaikanlah kepada orang-orang bahwa engkau telah bertanya kepada Malik namun dia hanya menjawab “saya tidak tahu”.
Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah berkata di dalam kitab I’anatul Mustafid (1/44): “Ini adalah permasalahan yang sangat penting dan wajib atas diri kita untuk berhati-hati padanya. Seseorang tidaklah boleh untuk tergesa-gesa menjawab suatu permasalahan kecuali apabila dia benar-benar mengetahuinya dengan baik. Jika tidak demikian, maka hendaknya dia berhenti pada batas keselamatan dan tidak masuk kepada gelombang lautan padahal dia tidak pandai berenang.”
CATATAN:
Lafazh yang masyhur di kalangan para sahabat adalah ucapan “Allahu wa rasuluhu a’lam” yang artinya adalah “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui”. Namun para ulama mengatakan bahwa bentuk ucapan yang menyertakan nama Rasul seperti ini hanyalah berlaku khusus pada masa Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم hidup.
Adapun ketika beliau telah wafat, maka yang disyariatkan adalah hanya ucapan “Allahu a’lam” tanpa menyertakan lafazh “wa rasuluhu”. Sebabnya adalah karena setelah Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم wafat, dia tidak lagi mengetahui perkara-perkara yang terjadi setelahnya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
Di dalam ayat yang lain:
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الفواحش مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ والإثم والبغي بِغَيْرِ الحق وَأَن تُشْرِكُواْ بالله مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَاناً وَأَن تَقُولُواْ عَلَى الله مَا لاَ تَعْلَمُونَ
Di dalam ayat lain:
فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا لِيُضِلَّ النَّاسَ بِغَيْرِ عِلْمٍ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Di dalam ayat yang lain:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ
Di dalam ayat yang lain:
وَمَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا
Penggunaan kalimat “Allahu a’lam” pun adalah merupakan kebiasaan yang diucapkan oleh para sahabat Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم . Hal ini sangatlah banyak disebutkan di dalam kitab-kitab hadits yang disusun oleh para ulama ahli hadits.
Janganlah dikira bahwasanya orang yang mengatakan tidak tahu itu adalah suatu kehinaan, bahkan sebaliknya ia adalah suatu kemuliaan baginya karena dia telah berkata jujur dan bersikap wara’ (berhati-hati) terutama terhadap yang berkaitan dengan masalah-masalah agama.
Imam Malik rahimahullah pernah ditanya tentang empat puluh masalah agama oleh seseorang yang datang dari daerah yang jauh. Beliau hanya menjawab empat pertanyaan saja, sedangkan sisanya beliau hanya menjawab dengan ucapan “saya tidak tahu”. Si penanya pun menjadi kesal dan berkata: “Saya telah jauh-jauh datang kepada anda untuk menanyakan berbagai permasalahan, lalu anda hanya menjawab dengan “saya tidak tahu”? Imam Malik berkomentar: “Naikilah kendaraanmu dan kembalilah ke negeri asalmu, lalu sampaikanlah kepada orang-orang bahwa engkau telah bertanya kepada Malik namun dia hanya menjawab “saya tidak tahu”.
Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah berkata di dalam kitab I’anatul Mustafid (1/44): “Ini adalah permasalahan yang sangat penting dan wajib atas diri kita untuk berhati-hati padanya. Seseorang tidaklah boleh untuk tergesa-gesa menjawab suatu permasalahan kecuali apabila dia benar-benar mengetahuinya dengan baik. Jika tidak demikian, maka hendaknya dia berhenti pada batas keselamatan dan tidak masuk kepada gelombang lautan padahal dia tidak pandai berenang.”
CATATAN:
Lafazh yang masyhur di kalangan para sahabat adalah ucapan “Allahu wa rasuluhu a’lam” yang artinya adalah “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui”. Namun para ulama mengatakan bahwa bentuk ucapan yang menyertakan nama Rasul seperti ini hanyalah berlaku khusus pada masa Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم hidup.
Adapun ketika beliau telah wafat, maka yang disyariatkan adalah hanya ucapan “Allahu a’lam” tanpa menyertakan lafazh “wa rasuluhu”. Sebabnya adalah karena setelah Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم wafat, dia tidak lagi mengetahui perkara-perkara yang terjadi setelahnya.
والحمد لله رب العالمين