Bismillahirrahmanirrahim | Berkata Abdullah ibnu Abbas radhiallahu 'anhu: "Tidaklah datang kepada manusia suatu tahun yang baru melainkan mereka pasti akan membuat bid'ah baru dan mematikan sunnah sehingga hiduplah bid'ah dan matilah sunnah." Diriwayatkan oleh Ibnu Wadhdhah di dalam kitab Al Bida' wan Nahyu 'anha | Berkata Sufyan Ats Tsauri rahimahullahu ta'ala: "Bid'ah lebih disukai Iblis daripada maksiat karena maksiat akan ditaubati sedangkan bid'ah tidak akan ditaubati." Diriwayatkan oleh Al Baghawi di dalam kitab Syarhus Sunnah (1/216) | Berkata Sufyan bin Uyainah rahimahullahu ta'ala: "Barangsiapa yang rusak dari kalangan ulama kita maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan ulama Yahudi dan barangsiapa yang rusak dari kalangan ahli ibadah kita maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan ahli ibadah Nasrani." |

Tafsir QS Al Mulk Ayat 2 Menurut Al Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah

بسم الله الرحمن الرحيم

Imam Al Baghawi di dalam tafsirnya Ma’alimut Tanzil (8/176) ketika menerangkan tentang tafsir dari firman Allah subhanahu wa ta’ala yang berbunyi:

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

“(Allah-lah) yang menciptakan kematian dan kehidupan supaya Dia menguji kalian, siapa di antara kalian yang lebih baik amalannya. Dia adalah Al ‘Aziz (Maha Perkasa) Al Ghafur (Maha Pengampun).” [QS Al Mulk: 2]

Al Baghawi menyebutkan perkataan yang sangat indah dari seorang alim yang bernama Al Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah tentang tafsir dari ayat di atas. Al Fudhail berkata: “(أَحْسَنُ عَمَلًا = yang lebih baik amalannya) adalah yang amalannya paling ikhlas dan paling benar.”

Beliau juga berkata: “Suatu amalan tidaklah diterima (oleh Allah) sampai amalan itu dilakukan secara ikhlas dan benar. Yang dimaksud dengan “ikhlas” adalah apabila ditujukan hanya kepada Allah. Dan yang dimaksud dengan “benar” adalah apabila amalan itu sesuai dengan sunnah.”

Makna dari ucapan Al Fudhail bin ‘Iyadh di atas adalah bahwa suatu amalan itu barulah dikatakan baik apabila memenuhi dua syarat mutlak. Syarat yang pertama adalah amalan itu haruslah dilakukan ikhlas semata-mata karena mengharapkan ridha dari Allah ta’ala. Syarat yang kedua adalah amalan itu haruslah sesuai dengan tuntunan Rasulullah صلى الله عليه وسلم .

Apabila amalan itu tidak dilakukan dengan ikhlas hanya kepada Allah, maka hukumnya adalah syirik. Sedangkan apabila amalan itu tidak dilakukan sesuai dengan sunnah Rasulullah صلى الله عليه وسلم , maka amalan itu hukumnya adalah bid’ah. Amalan syirik dan amalan bid’ah kedua-duanya tidak diterima oleh Allah ta’ala.

Dalil bahwasanya amalan kesyirikan itu tidak diterima adalah firman Allah ‘azza wa jalla:

لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan terhapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” [QS Az Zumar: 65]

Dalil lainnya adalah sebuah hadits qudsi dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

قال الله تبارك وتعالى: أنا أغنى الشركاء عن الشرك، من عمل عملا أشرك فيه معي غيري تركته وشركه

“Allah tabaraka wa ta’ala berkata: “Aku adalah yang paling tidak butuh kepada persekutuan. Barangsiapa yang melakukan suatu amalan, yang dia itu menyekutukan-Ku dengan sesuatu selain diri-Ku, maka Aku akan meninggalkannya dan sekutunya itu.” [HR Muslim (2985)]

Adapun dalil bahwasanya amalan bid’ah itu tidak diterima oleh Allah adalah hadits Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwasanya Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد

“Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami maka amalannya tersebut tertolak (tidak diterima).” [HR Muslim (1718)]

والحمد لله رب العالمين