بسم الله الرحمن الرحيم
Jika ada yang bertanya kepada kita: “Apa hukumnya bernazar?”
Maka jawabannya: Nazar adalah perjanjian seorang hamba kepada Allah untuk melakukan sesuatu amalan ibadah yang hukum asalnya tidak wajib. Apabila Allah memenuhi permintaan hamba tersebut maka dia mewajibkan dirinya untuk menjalankan ibadah yang telah dijanjikannya itu.
Hukum bernazar adalah makruh dan tidak disukai. Dalilnya adalah hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi صلى الله عليه وسلم melarang untuk bernazar, beliau bersabda :
لا تنذروا فإن النذر لا يغني من القدر شيئا وإنما يستخرج من البخيل
“Janganlah kalian bernazar. Sesungguhnya ia tidak bisa mempengaruhi takdir. Sesungguhnya nazar itu hanya dilakukan oleh orang yang kikir.” [HR Muslim (1640)]
Di dalam riwayat Ibnu Umar:
"Nazar itu tidak bisa mempercepat datangnya sesuatu atau memperlambatnya. Sesungguhnya nazar itu hanya dilakukan oleh orang yang kikir." [HR Muslim (1639)]
Para ulama menjelaskan makna kalimat “Sesungguhnya nazar itu hanya dilakukan oleh orang yang kikir”. Maknanya adalah pada umumnya seorang yang kikir tidaklah pernah mau mengeluarkan hartanya kecuali bisa mendapatkan gantinya dalam jumlah yang lebih banyak dalam waktu yang cepat. Begitupula seorang pelaku nazar biasanya tidak pernah melakukan nazar secara murni sukarela, akan tetapi dia melakukan nazar sebagai imbalan atas pengabulan permintaannya, seperti penyembuhan penyakit atau hal-hal yang lainnya.
Ini hukum membuat nazar. Adapun hukum menepati dan menunaikan nazar silakan baca artikelnya di sini.
-------------------------------------
Pertanyaan:
Telah jelas bahwa hukum membuat nazar adalah makruh, namun bagaimana dengan nazarnya Nabi Ibrahim صلى الله عليه وسلم untuk mengurbankan anaknya dan nazarnya istri Imran terhadap Maryam yang dikandungnya?
Jawaban:
Tentang Ibrahim صلى الله عليه وسلم :
Di dalam Al Qur’an tidak disebutkan beliau bernazar. Beliau hanya melakukan doa kepada Allah memohon agar diberikan keturunan yang shalih. Di dalam doanya beliau tidak mengatakan misalnya: “Ya Allah, apabila Engkau memberiku keturunan maka aku akan menyembelih anak tersebut sebagai nazar.” Beliau tidak mengatakan kalimat yang semisal ini.
Adapun peristiwa penyembelihan Ismail adalah berdasarkan wahyu Allah kepada Ibrahim lewat mimpi, bukan melalui nazar. Lagipula, akan terasa sangat aneh bila Ibrahim yang selama itu sangat mendambakan seorang anak lalu bernazar untuk membunuhnya bila lahir. Lalu apa faidah meminta anak kalau bila lahir akan dibunuh?
Tentang ibunda Maryam (istri Imran) radhiallahu ‘anha:
Jenis nazar yang dilakukan oleh ibunda Maryam adalah jenis nazar muthlaq, yaitu nazar yang tidak dikaitkan dengan syarat tertentu seperti nazar muqoyyad yang menjadi pembahasan kita di atas. Nazar muthlaq adalah terpuji karena orang tersebut bernazar dengan keikhlasan semata-mata untuk beribadah kepada Allah. Adapun nazar muqoyyad baru dilakukan seseorang ketika dia mengalami kesulitan atau masalah.
Jawaban lainnya: Ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa nazar ibunda Maryam itu memang diperbolehkan pada masanya.
Wallohu a’lam. Wabillahittaufiq.
والحمد لله رب العالمين
Sumber: Disadur dengan perubahan seperlunya dari kitab Kitabut Tauhid karya Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab An Najdi rahimahullah dengan tahqiq dari Radman bin Ahmad Al Hubaisyi.
Maka jawabannya: Nazar adalah perjanjian seorang hamba kepada Allah untuk melakukan sesuatu amalan ibadah yang hukum asalnya tidak wajib. Apabila Allah memenuhi permintaan hamba tersebut maka dia mewajibkan dirinya untuk menjalankan ibadah yang telah dijanjikannya itu.
Hukum bernazar adalah makruh dan tidak disukai. Dalilnya adalah hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi صلى الله عليه وسلم melarang untuk bernazar, beliau bersabda :
لا تنذروا فإن النذر لا يغني من القدر شيئا وإنما يستخرج من البخيل
Di dalam riwayat Ibnu Umar:
النذر لا يقدم شيئا ولا يؤخره وإنما يستخرج به من البخيل
Para ulama menjelaskan makna kalimat “Sesungguhnya nazar itu hanya dilakukan oleh orang yang kikir”. Maknanya adalah pada umumnya seorang yang kikir tidaklah pernah mau mengeluarkan hartanya kecuali bisa mendapatkan gantinya dalam jumlah yang lebih banyak dalam waktu yang cepat. Begitupula seorang pelaku nazar biasanya tidak pernah melakukan nazar secara murni sukarela, akan tetapi dia melakukan nazar sebagai imbalan atas pengabulan permintaannya, seperti penyembuhan penyakit atau hal-hal yang lainnya.
Ini hukum membuat nazar. Adapun hukum menepati dan menunaikan nazar silakan baca artikelnya di sini.
-------------------------------------
Pertanyaan:
Telah jelas bahwa hukum membuat nazar adalah makruh, namun bagaimana dengan nazarnya Nabi Ibrahim صلى الله عليه وسلم untuk mengurbankan anaknya dan nazarnya istri Imran terhadap Maryam yang dikandungnya?
Jawaban:
Tentang Ibrahim صلى الله عليه وسلم :
Di dalam Al Qur’an tidak disebutkan beliau bernazar. Beliau hanya melakukan doa kepada Allah memohon agar diberikan keturunan yang shalih. Di dalam doanya beliau tidak mengatakan misalnya: “Ya Allah, apabila Engkau memberiku keturunan maka aku akan menyembelih anak tersebut sebagai nazar.” Beliau tidak mengatakan kalimat yang semisal ini.
Adapun peristiwa penyembelihan Ismail adalah berdasarkan wahyu Allah kepada Ibrahim lewat mimpi, bukan melalui nazar. Lagipula, akan terasa sangat aneh bila Ibrahim yang selama itu sangat mendambakan seorang anak lalu bernazar untuk membunuhnya bila lahir. Lalu apa faidah meminta anak kalau bila lahir akan dibunuh?
Tentang ibunda Maryam (istri Imran) radhiallahu ‘anha:
Jenis nazar yang dilakukan oleh ibunda Maryam adalah jenis nazar muthlaq, yaitu nazar yang tidak dikaitkan dengan syarat tertentu seperti nazar muqoyyad yang menjadi pembahasan kita di atas. Nazar muthlaq adalah terpuji karena orang tersebut bernazar dengan keikhlasan semata-mata untuk beribadah kepada Allah. Adapun nazar muqoyyad baru dilakukan seseorang ketika dia mengalami kesulitan atau masalah.
Jawaban lainnya: Ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa nazar ibunda Maryam itu memang diperbolehkan pada masanya.
Wallohu a’lam. Wabillahittaufiq.
والحمد لله رب العالمين