بسم الله الرحمن الرحيم
Di dalam agama Islam, kita dilarang untuk menampakkan perbuatan maksiat kepada orang lain. Hal ini diistilahkan dengan mujaharah. Menampakkan perbuatan maksiat dibagi ke dalam dua bentuk, yaitu:
Pertama: Melakukan kemaksiatan secara terang-terangan di hadapan orang lain dan orang lain menyaksikan kemaksiatan yang dia lakukan itu.
Perbuatan ini hukumnya jelas terlarang di dalam Islam karena mendatangkan bahaya bagi diri sendiri dan orang lain. Adapun bahaya bagi diri sendiri adalah dia telah bermaksiat kepada Allah ‘azza wa jalla sehingga dia mendapatkan dosa karena telah menzhalimi dirinya sendiri. Allah ta’ala berfirman:
وَمَا ظَلَمُونَا وَلَكِنْ
كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
“Mereka tidaklah menganiaya Kami, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” [QS Al Baqarah: 57]
Sedangkan bahaya bagi orang lain adalah dari segi bisa jadi orang lain yang melihat kemaksiatan yang dia lakukan menyukai perbuatannya kemudian menirunya. Hal ini dosanya juga tidaklah ringan karena orang yang kemaksiatannya ditiru dan diikuti oleh orang lain maka dia juga mendapatkan dosa dari kemaksiatan yang mereka ikuti tersebut. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
وَمَنْ
سَنّ فِي الإِسْلاَمِ سُنّةً سَيّئَةً، كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ
عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ
“Barangsiapa yang membuat contoh buruk di dalam Islam, maka dia mendapatkan dosanya dan dosa orang yang melakukannya setelah itu tanpa mengurangi sedikitpun dari dosa-dosa mereka.” [HR Muslim (1017) dari Jarir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu.]
Kedua: Menceritakan kemaksiatan yang pernah dia lakukan kepada orang lain padahal sebelumnya tidak ada orang yang mengetahuinya.
Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari (nomor 6069) dan Muslim (2989) dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا
الْمُجَاهِرِينَ. وَإِنَّ مِنَ الْمُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ
بِاللَّيْلِ عَمَلًا، ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ، فَيَقُولَ:
يَا فُلَانُ، عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا. وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ
رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ
“Setiap umatku dimaafkan (dosanya) kecuali para mujahir (orang yang menampakkan kemaksiatannya kepada orang lain). Sesungguhnya termasuk kepada mujaharah (menampakkan kemaksiatan kepada orang lain) adalah seseorang melakukan suatu perbuatan (dosa) pada malam hari, kemudian dia memasuki pagi hari dalam keadaan Allah telah menutupi (kesalahan)nya. Lalu dia berkata (kepada orang lain): “Wahai Fulan, saya melakukan begini dan begitu tadi malam.” Padahal tadi malam Rabbnya telah menutupi kesalahannya, akan tetapi pada pagi harinya dia membuka penutup Allah dari dirinya.” [HR Al Bukhari (6069) dan Muslim (2989)]
Kesimpulannya adalah wajib bagi sesorang untuk tidak mengungkapkan kepada orang lain tentang kesalahan masa lalunya yang telah Allah sembunyikan, bersyukur kepada Allah ta’ala atas pengampunan ini, serta bertaubat secara pribadi kepada Allah dari dosa yang telah dia lakukan. Apabila seseorang bertaubat kepada Allah maka Allah akan menutupi kesalahannya di dunia dan akhirat.
والحمد لله رب العالمين
Sumber: Disadur dengan perubahan seperlunya dari kitab Syarh Riyadhush Shalihin karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah ta’ala.